Jumat, 31 Mei 2013

Berbagai cara dilakukan untuk mengurangi emisi CO dari kendaraan bermotor, berikan penjelasan !

. Berbagai cara dilakukan untuk mengurangi emisi CO dari kendaraan bermotor, berikan penjelasan !
1.    Modifikasi mesin pembakar untuk mengurangi jumlah polutan yang ter bentuk karena pembakaran.
2.    Pengembangan reaktor  sistem ekshaust sehingga proses pembakaran berlangsung sempurna dan polutan yang berbahaya diubah menjadi polutan yang aman.  
3.    Pengembangan substitusi bahan bakar untuk bensin sehingga menghasilkan polutan dangan konsentrasi rendah selama pembakaran.
4.    Pengembangan sumber tenaga yang rendah polusi untuk menggantikan mesin pembakar yang ada.

ardi wijanarko

Berikan uraian menganai polutan udara nitrogen oksida, hidrokarbon, sulfur oksida dan partikel !

6. Berikan uraian menganai polutan udara nitrogen oksida, hidrokarbon,  sulfur oksida dan partikel !
Nitrogen okside (NOx) adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfir yang terdiri dari gas nitrik okside (NO) dan nitrogen diokside (NO2). Walupun bentuk nitrogen okside lainnya ada, tetapi kedua gas ini yang banyak ditemukan sebagai polutan udara.
Hidrokarbon dan oksidan fotokimia merupakan komponen polutan udara yang berbeda tetapi mempunyai hubungan satu sama lain. Hidrokarbon merupakan polutan primer karena dilepaskan ke udara secara langsung.
Polusi oleh sulfur okside terutama disebabkan oleh dua komponen gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur diokside (SO2) dan sulfur triokside (SO3), dan keduanya disebut sebagai SOx. Sulfur diokside mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan sulfur triokside merupakan komponen yang tidak reaktif.
Meskipun polutan udara berbentuk gas, tetapi ada polutan udara yang berbentuk partikel-partikel kecil padatan dan droplet cairan yang terdapat dalam jumlah tinggi di udara.

ardi wijanarko

Apa yang anda ketahui mengenai polusi udara di kota besar

Apa yang anda ketahui mengenai polusi udara di kota besar ?
Masalah   pencemaran   udara   dikota-kota   besar,   sangat   dipengaruhi   dan  berbeda oleh berbagai faktor yaitu: tofografi, kependudukan, iklim dan cuaca serta tingkat  atau  angka  perkembangan  sosio  ekonomi  dan  industrialisasi.  Masalah-masalah ini akan meningkat keadaannya, jika jumlah penduduk perkotaan semakin meningkat yang mengakibatkan jumlah penduduk yang terpapar polusi  udara juga meningkat.

ardi wijanarko

Bagaimana peranan perguruan tinggi dalam mengatasi polusi udara, buatlah analisis singkat dengan studi kasus Program Pengelolaan Udara di Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB ?



. Bagaimana peranan perguruan tinggi dalam mengatasi polusi udara, buatlah analisis singkat dengan studi kasus Program Pengelolaan Udara di Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB ?
Peranan perguruan tinggi dalam mengatasi polusi udara adalah dengan cara melakukan penelitian dalam Kualitas Udara Perkotaan, Penelitian dalam Pengendalian Pencemaran UdaraPenelitian dalam Studi Kinetik dan Kimia Atmosfer Daerah Tropis, Penelitian dalam Gas Rumah Kaca, Penelitian Lain yang Berhubungan dengan Kualitas Udara, Pengabdian Masyarakat, Pengukuran Kualitas Udara Ambien. Dan Pengukuran Emisi.


ardi wijanarko

Setelah anda mempelajari pemahaman mengenai revolusi hijau, coba tuliskan pendapat anda mengenai hal tersebut dan dikaitkan dengan kondisi saat ini ?


1.        Setelah anda mempelajari pemahaman mengenai revolusi hijau, coba tuliskan pendapat anda mengenai hal tersebut dan dikaitkan dengan kondisi saat ini ?
Jawab:   Revolusi hijau yang merupakan sebuah transformasi agrikultural, yang membawa adanya peningkatan produksi pangan, yang dapat menyelamatkan manusia dari bencana kelaparan dan malnutrisi. Disamping dampak positif adanya revolusi hijau, satu hal yang belum dapat diperbaiki adalah nasib petani. Input yang dipakai guna mengoptimalkan hasil pertanian, seringkali tidak memperhatikan kondisi petani dan keterbatasan alam dalam berproduksi. Penggunaan pestisida, yang diimpor, salah satunya adalah sistem pengelolaan pertanian yang bisa dikatakan membantu meningkatkan produksi pertanian, namun penggunaannya secara kontinu pada tanah pertanian akan menimbulkan pencemaran, sehingga produktivitas tanah tidak seperti sebelumnya, selain itu tingginya harga pestisida dan alat pertanian yang digunakan, juga turut menyusahkan petani. Dimana semestinya petani, berada pada  urutan atas dalam tingkat kemakmuran  dalam Revolusi Hijau ini. Oleh karena itu perlu adanya kebijakan dari pemerintah atau ikut serta dalam mengatur pengelolaan pertanian sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri, dengan melatih petani agar hidup mandiri (tidak bergantung pada input impor) yang harganya cukup mahal.

ardi wijanarko

Kekeliruan pertanian industrial yang didominasi revolusi hijau ialah adanya spesialisasi, standarisasi dan sentralisasi. Berikan uraian lebih lanjut !


2.        Kekeliruan pertanian industrial yang didominasi revolusi hijau ialah adanya spesialisasi, standarisasi  dan sentralisasi. Berikan uraian lebih lanjut !
Jawab:
·         Spealisasi, ahli-ahli pertanian saat ini sangat terfokus pada bidangnya saja,tidak mau peduli dengan disiplin ilmu yang lain. Dr. Peter Goering mencontohkan, seorang ahli pembuat pestisida hanya berpikir bagaimana menciptakannya terhadap jenis serangga bermanfaat (natural enemy of pest) serta efekresi pertanian cenderung mengejar target-target produktivitas hasil panen, tanpa memikirkan apakah hal itu juga akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani kecil.
·         Para ilmuan modern pada umumnya bertujuan mencari teori-teori dan hukum-hukum universal untuk memudahkan kehidupan manusia, dengan cara mengendalikan atau memanipulasi sumber daya alam. Di dalam perumusan hukum itu sendiri terdapat distorsi keilmuan dari model-model empiris ke model-model teoretis dengan cara menyederhanakan (simplifying) dan membakukan (standardizing) suatu objek kajian. Oleh karena itu, temuan dari kajian itu sendiri seringkali invalid dan menyimpang atau bias dari kondisi empiris, jika ansumsi standar tak terpenuhi. Sebagai contoh, peningkatan pemakaian pupuk nitrogen untuk merangsang pertumbuhan tanaman tidak serta-merta mampu mendongkrak produktivitas hasil panen tanpa totalitas dukungan dari varietas, kesuburan tanah, kecukupan air, agroklimat, dan imput kimia yang lain.
·         Sentralisasi, kurangnya partisipasi yang dilakukan para petani dalam mengatur kebijakan yang berhubungan dengan pertanian, agar tidak ketergantungan terhadapa produk impor.

       ardi wijanarko

Kekeliruan pertanian industrial yang didominasi revolusi hijau ialah adanya spesialisasi, standarisasi dan sentralisasi. Berikan uraian lebih lanjut !


2.        Kekeliruan pertanian industrial yang didominasi revolusi hijau ialah adanya spesialisasi, standarisasi  dan sentralisasi. Berikan uraian lebih lanjut !
Jawab:
·         Spealisasi, ahli-ahli pertanian saat ini sangat terfokus pada bidangnya saja,tidak mau peduli dengan disiplin ilmu yang lain. Dr. Peter Goering mencontohkan, seorang ahli pembuat pestisida hanya berpikir bagaimana menciptakannya terhadap jenis serangga bermanfaat (natural enemy of pest) serta efekresi pertanian cenderung mengejar target-target produktivitas hasil panen, tanpa memikirkan apakah hal itu juga akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani kecil.
·         Para ilmuan modern pada umumnya bertujuan mencari teori-teori dan hukum-hukum universal untuk memudahkan kehidupan manusia, dengan cara mengendalikan atau memanipulasi sumber daya alam. Di dalam perumusan hukum itu sendiri terdapat distorsi keilmuan dari model-model empiris ke model-model teoretis dengan cara menyederhanakan (simplifying) dan membakukan (standardizing) suatu objek kajian. Oleh karena itu, temuan dari kajian itu sendiri seringkali invalid dan menyimpang atau bias dari kondisi empiris, jika ansumsi standar tak terpenuhi. Sebagai contoh, peningkatan pemakaian pupuk nitrogen untuk merangsang pertumbuhan tanaman tidak serta-merta mampu mendongkrak produktivitas hasil panen tanpa totalitas dukungan dari varietas, kesuburan tanah, kecukupan air, agroklimat, dan imput kimia yang lain.
·         Sentralisasi, kurangnya partisipasi yang dilakukan para petani dalam mengatur kebijakan yang berhubungan dengan pertanian, agar tidak ketergantungan terhadapa produk impor.

       ardi wijanarko

Jelaskan lima ciri pertanian industrial dilengkapi contoh kasus terkini !

   Jelaskan lima ciri pertanian industrial dilengkapi contoh kasus terkini !
Jawab:
·         Penggunaan Benih Unggul, menciptakan ketergantungan petani untuk selalu memberi benih buatan pabrik setiap musim tanam.
·         Penggunaan Pupuk Kimia, dalam pertanian modern penggunaan pupuk buatan memang tidak dapat dipisahkan. Sebagian besar petani juga menggunakan pupuk fosfat yang diproduksi dengan menggunakan bahan baku deposit fosfat dari kerak bumi meningkat, padahal hasil laporan pembangunan dari Bank Dunia tahun 1984 menyimpulkan bahwa penggunaan pupuk kimia justru dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah.
·         Penggunaan Mekanisasi, penggantian tenaga manusia dan hewan dengan tenaga mesin. Mekanisasi mampu meningkatkan hasil perunit input tenaga kerja dan menurunkan harga jual pangan per satuan. Namun demikian, mekanisasi dibidang pertanian juga banyak menimbulkan akibat buruk, antara lain hilangnya kesempatan kerja, terciptanya ketegantungan pada energi minyak bumi, diperlukan modal yang lebih besar, dan tersentralisasinya teknologi pada usaha tani berskala besar.
·         Penggunaan Pestisida, Dari perspektif sempit atau jangka pendek, pemakaian pestisida tampaknya memang menguntungkan. Namun, dampaknya secara luas saat ini ternyata bahwa residu pestisida kimia merupakan ancaman serius (serious hazards) bagi lingkungan dan kesehatan manusia antara lain meningkatnya resistensi pada hama - hama.
·         Penggunaan Bioteknologi, penemuan – penemuan dalam bidang pertanian seperti benih transgenik, merupakan hal baru yang menimbulkan perdebatan diantara para ilmuwan, kontorversi yang timbul merupakan masalah keamanan.
a     ardi wijanarko

Dewasa ini sudah muncul wacana revolusi hijau kedua, menurut anda apa saja bahayanya ? Berikan opini anda !

  Dewasa ini sudah muncul wacana revolusi hijau kedua, menurut anda apa saja bahayanya ? Berikan opini anda !
Jawab:  Tingginya tingkat konsumsi beras pada 2025 sebessar 800 juta ton, sedangkan kemampuan produksi kurang dai 600 juta ton, menimbulkan gagasan baru dalam mengatasi permasalahan ini dengan Revolusi Hijau Kedua. Kalau memang benar akan diterapkan, perlu diperhatikan penerapannya.  Terdapat beberapa bahaya yang diperkirakan timbul dengan adanya revolusi hijau kedua, antara lain adalah:
·         Menurunnya kualitas tanah karena penggunaan lahan, lebih dititikberatkan pada penannaman beras.
·         Membuat ketergantungan petani dalam penggunaan pestisida, pupuk kimia karena penyesuaian dengan benih / bibit padi unggul yang digunakan.
·         Kemungkinan tidak terlaksananya diversifikasi pangan akan terjadi, dikarenakan tidak dilakukannya sistem pangan palawija.
ar      ardi wijanarko

Rabu, 29 Mei 2013

faktor kunci penanganan Limbah


02. PERSPEKTIF TENTANG LIMBAH
Pemecahan permasalahan seringkali bergantung pada bagaimana cara kita memandang permasalahan tersebut. Hal ini juga berlaku bagi permasalahan limbah. Ada banyak perpektif tentang limbah, apakah itu perspektif pelaku industri, ahli lingkungan, masyarakat, atau pemerintah. Alangkah baiknya bila kita mengenali berbagai perspektif yang timbul berkenaan dengan limbah tersebut. Pada gilirannya, perspektif tentang limbah tersebut akan menimbulkan sebuah reaksi. Sehingga lahirlah berbagai alat (tools) atau pendekatan untuk mengelola limbah, didasarkan atas persepsi tentang limbah tersebut.

Setidaknya ada delapan perspektif tentang limbah yang dapat diidentifikasi, yaitu :
  1. Limbah sebagai limbah. Limbah kadang dipandang sebagai limbah itu sendiri, dan dianggap sebagai sesuatu yang 'tidak terpakai' lagi. Reaksi yang muncul atas persepsi ini adalah pendekatan end-of-pipe, yaitu mengelola limbah setelah limbah tersebut timbul. Perlakuan yang dilakukan terhadap limbah adalah membuangnya atau mengolahnya. Pendekatan ini telah memberikan beban biaya bagi perusahaan.
  2. Limbah sebagai suatu kerusakan (defect). Limbah dipandang sebagai kerusakan dalam proses produksi. Untuk memperbaikinya diperluaslah konsep zero defects dalam Total Quality Management (TQM). Dalam konsep ini limbah, yang dianggap sebagai suatu kerusakan dan ketidakefisienan, dicegah sebelum timbul. Konsep pencegahan pencemaran (pollution prevention) adalah reaksi yang paling dekat dengan persepsi limbah sebagai defect ini. Eliminasi material beracun dan sulit dikelola, menggunakan proses yang tepat, dan mengeliminasi proses yang tidak perlu adalah dasar dari pendekatan pencegahan pencemaran.
    Alat-alat TQM seperti pareto chart, cause-effect diagrams, dan continuous improvement diterapkan untuk memecahkan permasalahan limbah, sehingga muncullah sebuah pendekatan baru, yaitu Total Quality Environmental Management.
  3. Limbah sebagai issue kesehatan masyarakat. Limbah dan bahan kimia dipandang divonis sebagai sesuatu yang membahayakan kesehatan masyarkat dan lingkungan. Pendekatan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah pengurangan resiko penggunaan bahan beracun serta mengeliminasi pencemar yang bersifat persisten dan bioakumulatif. Pendekatan yang muncul adalah Precautionary Principles.
  4. Limbah sebagai biaya tak terakuntansi. Limbah dianggap sebagai biaya tersembunyi (hidden cost) dalam overhead perusahaan. Untuk mengatasinya, dikembangkanlah pendekatan untuk mengeksplisitkan seluruh biaya yang timbul dalam bisnis. Alat yang muncul adalah Total Cost Accounting.
  5. Limbah sebagai kesalahan perancangan (design). Perspektif ini cukup proaktif, karena memandang bahwa kehadiran limbah seharusnya sudah terdeteksi sejak tahap desain. Baik limbah itu timbul dari material, proses produksi, pemakaian, maupun pembuangan. Diintegrasikanlah desain dengan lingkungan, yang memunculkan sebuah pendekatan baru, yaitu Design for Environment (DfE). Dalam penerapnnya, Design for Environment ini banyak menggunakan pendekatan analisis daur hidup (life cycle analysis).
  6. Limbah sebagai kesalahan manajemen. Pandangan ini menganggap perlunya limbah diintegrasikan ke dalam proses bisnis. Pandangan ini diterima sangat luas di dunia. Munculah ISO 14001 (Environmental Management System) yang berlaku di seluruh dunia dan EMAS (Eco-Management and Auditing Scheme) yang berlaku di Eropa.
  7. Limbah sebagai produk yang tidak terwujudkan. Industri dianggap sebagai bagian dari ekosistem industri. Seperti suatu ekosistem yang umumnuya membentuk suatu loop, maka pendekatan yang dilakukan adalah menutup loop. Penutupan dilakukan dengan daur ulang, daur pakai, dan penggunaan limbah energi. Pendekatn yang menyertai persepsi ini adalah industrial ecology, yang mengkaji aliran material dan energi dalam aktivitas industri dan konsumen serta mengkaji dampaknya terhadap seluruh aspek lingkungan.
  8. Limbah sebagai issue moral. Sebagai issue moral, limbah dikaitkan dengan keberlanjutan tersedianya sumberdaya untuk generasi mendatang. Pemeliharaan dan perbaikan kualitas lingkungan adalah salah satu sasarannya. Pendekatan moral ini cukup diterima oleh kalangan bisnis sebagai 'operational value'. Pendekatan yang muncul adalah Sustainable Development. 
Ardi Wijanarko

FAKTOR KUNCI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH (TANGGAPAN PERUSAHAAN UNTUK MENGELOLA LINGKUNGAN)


03. TANGGAPAN PERUSAHAAN UNTUK MENGELOLA LINGKUNGAN
Tanggapan perusahaan terhadap upaya untuk mengelola lingkungan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu reaktif dan proaktif. Beberapa ahli mengaitkan respon tersebut atas dengan tingkat-tingkat dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan, yaitu:
  1. Menimbulkan dampak negatif
  2. Mengeliminasi dampak negatif
  3. Memberikan dampak positif.
3.1 RESPONS REAKTIF
Respons reaktif umumnya bertujuan untuk memecahkan suatu masalah lingkungan yang telah timbul. Selain itu, pada tahap reaktif, tujuan perusahaan adalah memenuhi regulasi yang berlaku (regulation compliance). Berkaitan dengan tingkat dampak lingkungan, respons ini berada pada tingkat penimbul dampak negatif atau mendekati eliminasi dampak.

Tentunya kita masih ingat akan Bencana Bhopal di India, yang telah menewaskan sekitar 2.500 orang dan membuat sekitar 200.000 orang menderita sakit. Bencana ini terjadi karena kebocoran salah satu tangki gas Methyl Isocyanate (MIC) yang dimiliki oleh perusahaan kimia Union Carbide. Setelah kejadian tersebut, Union Carbide segera bereaksi untuk memperbaiki sistem pengelolaan lingkungannya. Mereka menyewa sebuah perusahaan konsultan untuk merancang suatu sistem lingkungan yang baru. Dewan direktur kemudian memformalkan sebuah jabatan baru, yaitu vice president untuk bidang lingkungan hidup .

Hasil analisis menunjukkan bahwa sistem pengelolaan lingkungan di Union Carbide ternyata sangat rumit dan sukar dijalankan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya adalah menyederhanakan sistem audit lingkungan. Manual audit lingkungan yang semula tebalnya 35 cm diringkas menjadi 1,25 cm saja. Manual baru ini lebih membumi dan setiap orang diperusahaan dapat dengan mudah menggunakannya untuk mengaudit kinerjanya. Union Carbide juga secara agresif mengaudit fasilitasnya di seluruh dunia. Fasilitas yang tidak mampu memenuhi persyaratan lingkungan dijual atau ditutup. Sistem pengelolaan lingkungan yang baru tersebut merupakan salah satu yang terbaik pada saat itu. Tidak puas dengan membenahi sistem internalnya, Union Carbide juga ikut meratifikasi beberapa inisiatif lingkungan seperti Responsible Care dan masuk ke dalam kelompok GEMI (global environmental management initaitive). Ratifikasi ini bertujuan untuk menunjukkan komitmen Union Carbide untuk terus memperbaiki diri, sekaligus untuk memperbaiki citra persusahaan.

Apakah berbagai upaya itu cukup? Ternyata tidak. Survei yang dilakukan untuk mengetahui posisi Union Carbide, selama kurun waktu 1980 - 1990 menunjukkan kecenderungan sebagai berikut:
  • Tingkat rasa suka terhadap Union Carbide terus
  • Tingkat rasa tidak suka meningkat
  • Pendapat bahwa industri adalah suatu hal yang penting menurun
  • Anggapan bahwa industri kurang diregulasi meningkat
  • Tragedi Bhopal sangat berpengaruh terhadap kinerja bisnis Union Carbide. Sebelum bencana, Union Carbide adalah perusahaan dengan penjualan sebesar US$ 12,5 milyar, sepuluh tahun kemudian, Penjualannya hanya US$ 5 milyar.
Tragedi Bhopal telah menjadi pelajaran berharga bagi industri di seluruh dunia. Namun Union Carbide adalah pengambil pelajaran terbesar darinya. Permasalahan lingkungan yang memakan korban akan sangat membekas di ingatan seseorang. Tindakan reaktif setelah terjadinya bencana akan sangat menurunkan citra perusahaan.

Kasus Union Carbide di atas adalah salah satu tanggapan yang bersifat reaktif. Tanggapan secara reaktif terjadi bila tindakan yang dilakukan dipicu oleh faktor eksternal yang dilakukan karena keadaan memaksa. Faktor ini bisa berbentuk regulasi pemerintah, standar internasional, tuntutan masyarakat, atau bahkan bencana.

Namun sikap reaktif ini pada dasarnya bukanlah suatu hal yang buruk. Porter dan Van der Linde menyatakan bahwa dalam banyak hal, regulasi lingkungan ternyata memiliki implikasi positif terhadap inovasi, produktivitas penggunaan sumber daya, dan daya saing industri. Dibayangi oleh regulasi lingkungan untuk menurunkan solvent sampai 90%, 3M berinovasi untuk menghindari penggunaan solvent dan menggantinya dengan produk berbasis air. Hal yang sama dilakukan oleh Hitachi. Regulasi Jepang yang mengharuskan kemudahan produk untuk didaur ulang telah membuat Hitachi untuk mendesain ulang produknya. Hitachi mengurangi jumlah komponen rakitan sebesar 16% pada produk mesin cuci dan 30% pada produk vacuum cleaner-nya. Berkurangnya komponen membuat produk menjadi lebih mudah untuk di-disassembly, sehingga komponennya lebih mudah untuk didaur ulang. Namun hal terbaik dari desain ulang tersebut adalah berkurangnya waktu dan tingkat kesulitan perakitan. Hal ini membuat pekerjaan menjadi lebih efisien.

ARCO, barangkali bisa menjadi salah satu contoh yang paling baik tentang bagaimana caranya mengubah kendala regulasi lingkungan menjadi peluang bisnis. ARCO yang berbasis di California mampu menyaisati regulasi lingkungan sehingga berhasil memimpin pasar di wilayah tersebut.

Pada saat itu, amandemen terhadap undang-undang pencemaran udara (Clean Air Act) di Amerika Serikat hendak diluncurkan. Amandemen ini salah satunya mengatur tingkat emisi pencemar udara kendaraan bermotor. ARCO memanfaatkan amandemen ini dengan mengubah produknya untuk memenuhi undang-undang tersebut. Diluncurkanlah EC-1, bensin tanpa timbal dengan kadar Sulfur hanya seperlima dari bensin konvensional, Benzene 50% lebih rendah, Olefin dan Aromatik 70% lebih rendah, dan tekanan uap lebih rendah. Formula baru ini mampu menurunkan emisi kendaraan bermotor. Dipromosikan sebagai produk ramah lingkungan, disertai dengan undang-undang pencemaran udara yang ketat, segera saja produk ini menjadi populer di California dan mampu memimpin pasar. Beberapa lama kemudian ARCO memperbaiki produknya dan mengganti EC-1 dengan EC-Premium yang lebih ramah lingkungan. EC-premium memiliki kadar benzene hanya 27 % dari bensin konvensional, dan mampu menurunkan emisi Hidro Karbon sampai 28%, Karbonmonoksida sampai 21 %, dan emisi karena penguapan sampai 36%. Seperti pendahulunya, EC-premium juga segera menjadi populer.

Tidak puas dengan kinerjanya, ARCO mengembangkan EC-X yang lebih ramah lingkungan. Melalui sebuah presentasi ke pemerintah, ARCO menunjukkan kelebihan-kelebihan EC-X dalam menurunkan tingkat pencemaran udara. Presentasi ini membuahkan hasil bagi ARCO. Mulai tahun 1996 produk ini akan dijadikan standar. Bensin yang dijual di seluruh negara bagian minimal harus setara dengan EC-X.

Di California, setiap pompa bensin milik ARCO rata-rata mampu menjual sebanyak 225.000 galon perbulannya. Angka ini 3 kali lipat dari rata-rata penjualan bensin di wilayah tersebut. Dengan produk ramah lingkungan, ARCO mampu menjadi pemimpin pasar. Terbukti bahwa upaya reaktif juga merupakan hal yang baik. Pertanyaannya, apakah itu cukup? Tampaknya akan sangat sulit bagi industri untuk terus berubah sejalan dengan perubahan regulasi yang semakin ketat dan menjangkau dimensi yang semakin luas.

Berkaitan dengan kasus di atas, ada hal yang harus membuat ARCO berpikir keras. Sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, bensin memiliki pesaing cukup berat, yaitu metanol dan listrik. Kedua pesaing ini merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources). Keduanya memiliki kinerja lingkungan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan bensin. Permasalahan utama pada saat ini adalah belum mampunya kedua pesaing itu untuk menyamai tingkat ekonomis dan kemudahan operasi bensin. Namun bagaimana bila ternyata pasar menuntut produk dengan label 'renewable resources'. Atau bagaimana bila secara ekonomi dan kemudahan operasi kedua pesaing tersebut telah menyamai atau bahkan lebih baik dari bensin? Akan sangat sulit bagi ARCO untuk terus bertahan.

Contoh yang cukup menarik adalah kasus Lockheed pada Tahun 1987 . Berdasarkan TRI (Toxics Realese Inventory) emissions, dari 25 perusahaan di kelompoknya, Lockheed adalah pencemar nomor dua terbesar. Melihat hasil ini mereka segera bereaksi dengan melakukan banyak perubahan untuk memperbaiki kinerja lingkungannya. Tiga tahun kemudian, pada Tahun 1990, Lockheed telah berhasil menurunkan pencemarnya sampai 64% dari tingkat emisinya pada Tahun 1987. Sebuah hasil yang cukup baik. Namun, ketika TRI pada Tahun 1990 itu diumumkan, ternyata prestasi Lockheed memburuk. Mereka turun satu peringkat dan berhasil menjadi pencemar paling besar di kelompoknya. Ternyata pesaing berkinerja lebih baik.

3.2 RESPONS PROAKTIF
Tahap kedua dari respons perusahaan terhadap lingkungan adalah proaktif. Pada tahap ini, dikaitkan dengan lingkungan, perusahaan telah menempatkan lingkungan dalam salah satu prioritas bisnisnya. Umumnya perusahaan pada tahap ini digerakkan oleh inisiatif mereka sendiri, yang dipandu oleh visi lingkungan yang mereka miliki. Respons ini digerakkan oleh nilai (value driven).

Tahap awal dari sikap proaktif terhadap lingkungan adalah assurance dari seluruh kegiatannya yang berkaitan dengan lingkungan. Perusahaan akan terus berupaya untuk mengidentifikasi dan memitigasi sumber-sumber resiko lingkungan yang mempengaruhi liabilitas finansial, asalkan biaya identifikasi dan mitigasi resiko itu tidak lebih besar dari biaya tanggung jawab atas resiko tersebut. Tahap berikut dari sikap proaktif ini adalah mengintegrasikan lingkungan ke dalam bisnis. Perusahaan akan berusahan meningkatkan efisiensi dengan meminimalkan limbah. Pendekatan yang cukup banyak dilakukan adalah Cleaner Production. Dikaitkan dengan dampak lingkungan, respons pada tahap ini akan berada di sekitar mitigasi dampak dan kadang cenderung memberikan dampak positif terhadap lingkungan.

DOW Chemical memiliki visi lingkungan yang cukup baik, mereka telah berpikir dalam jangka menengah. Pada Tahun 1996, DOW meluncurkan program untuk memperbaiki kinerja lingkungan dan keselamatan nya di seluruh fasilitasnya di dunia. Program ini memiliki rentang waktu 10 tahun. Program ini diperkirakan akan memberikan Return on Investment (ROI) sebesar 30-40% pada Tahun 2005. Sasaran yang ingin mereka capai adalah penghematan:
  • 580 juta US$ dari pengurangan penggunaan energi
  • 1,3 milyar US$ dari pengurangan limbah
  • 96 juta US$ dari pengurangan insiden keselamatan kerja pada proses produksi
  • 50 juta US$ dari pengurangan tingkat insiden kecelakaan dan sakit
  • 34 juta US$ dari pengurangaan biaya gangguan, kerusakan fasilitas, atau pembersihan tumpahan
  • 14 US$ juta dari pengurangan kecelakaan kendaraan bermotor
Total seluruh penghematan adalah 1,8 milyar US$, atau setara dengan 1% pendapatan selama sepuluh tahun.

DuPont Agricultural (DA) juga memiliki tindakan proaktif dengan visi jauh ke depan. DA adalah penghasil bahan kimia pelindung tanaman. Mereka mengembangkan produk baru secara cukup radikal. Herbisida baru hasil temuan DuPont ini akan mampu memberikan penghematan luar biasa. Dosis yang diperlukan hanya seperseratus sampai sepersepuluh dari herbisida konvensional. Penghematan ini selain menurunkan biaya juga akan memberikan dampak lain. Kemasan herbisida menjadi lebih kecil sehingga kuantitas limbah kemasan juga akan berkurang.

Monsanto Corporation memberikan respons proaktif terhadap lingkungan. Monsanto telah memposisikan dirinya sebagai perusahaan yang berbasis pada sustainable development . Untuk mewujudkannya mereka memiliki tim yang disebut sebagai seven sustainability teams. Tim ini terdiri atas:
  1. The Eco-efficiency Team
  2. The Full Cost Accounting Team
  3. The Index Team
  4. The New Business/New Product Team
  5. The Water Team
  6. The Global hunger Team
  7. The Communication and Education Team
Terlihat betapa tingginya komitmen monsanto terhadap lingkungan. 

Ardi Wijanarko

FAKTOR KUNCI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH (TANGGAPAN PERUSAHAAN UNTUK MENGELOLA LINGKUNGAN)


03. TANGGAPAN PERUSAHAAN UNTUK MENGELOLA LINGKUNGAN
Tanggapan perusahaan terhadap upaya untuk mengelola lingkungan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu reaktif dan proaktif. Beberapa ahli mengaitkan respon tersebut atas dengan tingkat-tingkat dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan, yaitu:
  1. Menimbulkan dampak negatif
  2. Mengeliminasi dampak negatif
  3. Memberikan dampak positif.
3.1 RESPONS REAKTIF
Respons reaktif umumnya bertujuan untuk memecahkan suatu masalah lingkungan yang telah timbul. Selain itu, pada tahap reaktif, tujuan perusahaan adalah memenuhi regulasi yang berlaku (regulation compliance). Berkaitan dengan tingkat dampak lingkungan, respons ini berada pada tingkat penimbul dampak negatif atau mendekati eliminasi dampak.

Tentunya kita masih ingat akan Bencana Bhopal di India, yang telah menewaskan sekitar 2.500 orang dan membuat sekitar 200.000 orang menderita sakit. Bencana ini terjadi karena kebocoran salah satu tangki gas Methyl Isocyanate (MIC) yang dimiliki oleh perusahaan kimia Union Carbide. Setelah kejadian tersebut, Union Carbide segera bereaksi untuk memperbaiki sistem pengelolaan lingkungannya. Mereka menyewa sebuah perusahaan konsultan untuk merancang suatu sistem lingkungan yang baru. Dewan direktur kemudian memformalkan sebuah jabatan baru, yaitu vice president untuk bidang lingkungan hidup .

Hasil analisis menunjukkan bahwa sistem pengelolaan lingkungan di Union Carbide ternyata sangat rumit dan sukar dijalankan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya adalah menyederhanakan sistem audit lingkungan. Manual audit lingkungan yang semula tebalnya 35 cm diringkas menjadi 1,25 cm saja. Manual baru ini lebih membumi dan setiap orang diperusahaan dapat dengan mudah menggunakannya untuk mengaudit kinerjanya. Union Carbide juga secara agresif mengaudit fasilitasnya di seluruh dunia. Fasilitas yang tidak mampu memenuhi persyaratan lingkungan dijual atau ditutup. Sistem pengelolaan lingkungan yang baru tersebut merupakan salah satu yang terbaik pada saat itu. Tidak puas dengan membenahi sistem internalnya, Union Carbide juga ikut meratifikasi beberapa inisiatif lingkungan seperti Responsible Care dan masuk ke dalam kelompok GEMI (global environmental management initaitive). Ratifikasi ini bertujuan untuk menunjukkan komitmen Union Carbide untuk terus memperbaiki diri, sekaligus untuk memperbaiki citra persusahaan.

Apakah berbagai upaya itu cukup? Ternyata tidak. Survei yang dilakukan untuk mengetahui posisi Union Carbide, selama kurun waktu 1980 - 1990 menunjukkan kecenderungan sebagai berikut:
  • Tingkat rasa suka terhadap Union Carbide terus
  • Tingkat rasa tidak suka meningkat
  • Pendapat bahwa industri adalah suatu hal yang penting menurun
  • Anggapan bahwa industri kurang diregulasi meningkat
  • Tragedi Bhopal sangat berpengaruh terhadap kinerja bisnis Union Carbide. Sebelum bencana, Union Carbide adalah perusahaan dengan penjualan sebesar US$ 12,5 milyar, sepuluh tahun kemudian, Penjualannya hanya US$ 5 milyar.
Tragedi Bhopal telah menjadi pelajaran berharga bagi industri di seluruh dunia. Namun Union Carbide adalah pengambil pelajaran terbesar darinya. Permasalahan lingkungan yang memakan korban akan sangat membekas di ingatan seseorang. Tindakan reaktif setelah terjadinya bencana akan sangat menurunkan citra perusahaan.

Kasus Union Carbide di atas adalah salah satu tanggapan yang bersifat reaktif. Tanggapan secara reaktif terjadi bila tindakan yang dilakukan dipicu oleh faktor eksternal yang dilakukan karena keadaan memaksa. Faktor ini bisa berbentuk regulasi pemerintah, standar internasional, tuntutan masyarakat, atau bahkan bencana.

Namun sikap reaktif ini pada dasarnya bukanlah suatu hal yang buruk. Porter dan Van der Linde menyatakan bahwa dalam banyak hal, regulasi lingkungan ternyata memiliki implikasi positif terhadap inovasi, produktivitas penggunaan sumber daya, dan daya saing industri. Dibayangi oleh regulasi lingkungan untuk menurunkan solvent sampai 90%, 3M berinovasi untuk menghindari penggunaan solvent dan menggantinya dengan produk berbasis air. Hal yang sama dilakukan oleh Hitachi. Regulasi Jepang yang mengharuskan kemudahan produk untuk didaur ulang telah membuat Hitachi untuk mendesain ulang produknya. Hitachi mengurangi jumlah komponen rakitan sebesar 16% pada produk mesin cuci dan 30% pada produk vacuum cleaner-nya. Berkurangnya komponen membuat produk menjadi lebih mudah untuk di-disassembly, sehingga komponennya lebih mudah untuk didaur ulang. Namun hal terbaik dari desain ulang tersebut adalah berkurangnya waktu dan tingkat kesulitan perakitan. Hal ini membuat pekerjaan menjadi lebih efisien.

ARCO, barangkali bisa menjadi salah satu contoh yang paling baik tentang bagaimana caranya mengubah kendala regulasi lingkungan menjadi peluang bisnis. ARCO yang berbasis di California mampu menyaisati regulasi lingkungan sehingga berhasil memimpin pasar di wilayah tersebut.

Pada saat itu, amandemen terhadap undang-undang pencemaran udara (Clean Air Act) di Amerika Serikat hendak diluncurkan. Amandemen ini salah satunya mengatur tingkat emisi pencemar udara kendaraan bermotor. ARCO memanfaatkan amandemen ini dengan mengubah produknya untuk memenuhi undang-undang tersebut. Diluncurkanlah EC-1, bensin tanpa timbal dengan kadar Sulfur hanya seperlima dari bensin konvensional, Benzene 50% lebih rendah, Olefin dan Aromatik 70% lebih rendah, dan tekanan uap lebih rendah. Formula baru ini mampu menurunkan emisi kendaraan bermotor. Dipromosikan sebagai produk ramah lingkungan, disertai dengan undang-undang pencemaran udara yang ketat, segera saja produk ini menjadi populer di California dan mampu memimpin pasar. Beberapa lama kemudian ARCO memperbaiki produknya dan mengganti EC-1 dengan EC-Premium yang lebih ramah lingkungan. EC-premium memiliki kadar benzene hanya 27 % dari bensin konvensional, dan mampu menurunkan emisi Hidro Karbon sampai 28%, Karbonmonoksida sampai 21 %, dan emisi karena penguapan sampai 36%. Seperti pendahulunya, EC-premium juga segera menjadi populer.

Tidak puas dengan kinerjanya, ARCO mengembangkan EC-X yang lebih ramah lingkungan. Melalui sebuah presentasi ke pemerintah, ARCO menunjukkan kelebihan-kelebihan EC-X dalam menurunkan tingkat pencemaran udara. Presentasi ini membuahkan hasil bagi ARCO. Mulai tahun 1996 produk ini akan dijadikan standar. Bensin yang dijual di seluruh negara bagian minimal harus setara dengan EC-X.

Di California, setiap pompa bensin milik ARCO rata-rata mampu menjual sebanyak 225.000 galon perbulannya. Angka ini 3 kali lipat dari rata-rata penjualan bensin di wilayah tersebut. Dengan produk ramah lingkungan, ARCO mampu menjadi pemimpin pasar. Terbukti bahwa upaya reaktif juga merupakan hal yang baik. Pertanyaannya, apakah itu cukup? Tampaknya akan sangat sulit bagi industri untuk terus berubah sejalan dengan perubahan regulasi yang semakin ketat dan menjangkau dimensi yang semakin luas.

Berkaitan dengan kasus di atas, ada hal yang harus membuat ARCO berpikir keras. Sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, bensin memiliki pesaing cukup berat, yaitu metanol dan listrik. Kedua pesaing ini merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources). Keduanya memiliki kinerja lingkungan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan bensin. Permasalahan utama pada saat ini adalah belum mampunya kedua pesaing itu untuk menyamai tingkat ekonomis dan kemudahan operasi bensin. Namun bagaimana bila ternyata pasar menuntut produk dengan label 'renewable resources'. Atau bagaimana bila secara ekonomi dan kemudahan operasi kedua pesaing tersebut telah menyamai atau bahkan lebih baik dari bensin? Akan sangat sulit bagi ARCO untuk terus bertahan.

Contoh yang cukup menarik adalah kasus Lockheed pada Tahun 1987 . Berdasarkan TRI (Toxics Realese Inventory) emissions, dari 25 perusahaan di kelompoknya, Lockheed adalah pencemar nomor dua terbesar. Melihat hasil ini mereka segera bereaksi dengan melakukan banyak perubahan untuk memperbaiki kinerja lingkungannya. Tiga tahun kemudian, pada Tahun 1990, Lockheed telah berhasil menurunkan pencemarnya sampai 64% dari tingkat emisinya pada Tahun 1987. Sebuah hasil yang cukup baik. Namun, ketika TRI pada Tahun 1990 itu diumumkan, ternyata prestasi Lockheed memburuk. Mereka turun satu peringkat dan berhasil menjadi pencemar paling besar di kelompoknya. Ternyata pesaing berkinerja lebih baik.

3.2 RESPONS PROAKTIF
Tahap kedua dari respons perusahaan terhadap lingkungan adalah proaktif. Pada tahap ini, dikaitkan dengan lingkungan, perusahaan telah menempatkan lingkungan dalam salah satu prioritas bisnisnya. Umumnya perusahaan pada tahap ini digerakkan oleh inisiatif mereka sendiri, yang dipandu oleh visi lingkungan yang mereka miliki. Respons ini digerakkan oleh nilai (value driven).

Tahap awal dari sikap proaktif terhadap lingkungan adalah assurance dari seluruh kegiatannya yang berkaitan dengan lingkungan. Perusahaan akan terus berupaya untuk mengidentifikasi dan memitigasi sumber-sumber resiko lingkungan yang mempengaruhi liabilitas finansial, asalkan biaya identifikasi dan mitigasi resiko itu tidak lebih besar dari biaya tanggung jawab atas resiko tersebut. Tahap berikut dari sikap proaktif ini adalah mengintegrasikan lingkungan ke dalam bisnis. Perusahaan akan berusahan meningkatkan efisiensi dengan meminimalkan limbah. Pendekatan yang cukup banyak dilakukan adalah Cleaner Production. Dikaitkan dengan dampak lingkungan, respons pada tahap ini akan berada di sekitar mitigasi dampak dan kadang cenderung memberikan dampak positif terhadap lingkungan.

DOW Chemical memiliki visi lingkungan yang cukup baik, mereka telah berpikir dalam jangka menengah. Pada Tahun 1996, DOW meluncurkan program untuk memperbaiki kinerja lingkungan dan keselamatan nya di seluruh fasilitasnya di dunia. Program ini memiliki rentang waktu 10 tahun. Program ini diperkirakan akan memberikan Return on Investment (ROI) sebesar 30-40% pada Tahun 2005. Sasaran yang ingin mereka capai adalah penghematan:
  • 580 juta US$ dari pengurangan penggunaan energi
  • 1,3 milyar US$ dari pengurangan limbah
  • 96 juta US$ dari pengurangan insiden keselamatan kerja pada proses produksi
  • 50 juta US$ dari pengurangan tingkat insiden kecelakaan dan sakit
  • 34 juta US$ dari pengurangaan biaya gangguan, kerusakan fasilitas, atau pembersihan tumpahan
  • 14 US$ juta dari pengurangan kecelakaan kendaraan bermotor
Total seluruh penghematan adalah 1,8 milyar US$, atau setara dengan 1% pendapatan selama sepuluh tahun.

DuPont Agricultural (DA) juga memiliki tindakan proaktif dengan visi jauh ke depan. DA adalah penghasil bahan kimia pelindung tanaman. Mereka mengembangkan produk baru secara cukup radikal. Herbisida baru hasil temuan DuPont ini akan mampu memberikan penghematan luar biasa. Dosis yang diperlukan hanya seperseratus sampai sepersepuluh dari herbisida konvensional. Penghematan ini selain menurunkan biaya juga akan memberikan dampak lain. Kemasan herbisida menjadi lebih kecil sehingga kuantitas limbah kemasan juga akan berkurang.

Monsanto Corporation memberikan respons proaktif terhadap lingkungan. Monsanto telah memposisikan dirinya sebagai perusahaan yang berbasis pada sustainable development . Untuk mewujudkannya mereka memiliki tim yang disebut sebagai seven sustainability teams. Tim ini terdiri atas:
  1. The Eco-efficiency Team
  2. The Full Cost Accounting Team
  3. The Index Team
  4. The New Business/New Product Team
  5. The Water Team
  6. The Global hunger Team
  7. The Communication and Education Team
Terlihat betapa tingginya komitmen monsanto terhadap lingkungan. 

Ardi Wijanarko

FAKTOR KUNCI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH (TANGGAPAN PERUSAHAAN UNTUK MENGELOLA LINGKUNGAN)


03. TANGGAPAN PERUSAHAAN UNTUK MENGELOLA LINGKUNGAN
Tanggapan perusahaan terhadap upaya untuk mengelola lingkungan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu reaktif dan proaktif. Beberapa ahli mengaitkan respon tersebut atas dengan tingkat-tingkat dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan, yaitu:
  1. Menimbulkan dampak negatif
  2. Mengeliminasi dampak negatif
  3. Memberikan dampak positif.
3.1 RESPONS REAKTIF
Respons reaktif umumnya bertujuan untuk memecahkan suatu masalah lingkungan yang telah timbul. Selain itu, pada tahap reaktif, tujuan perusahaan adalah memenuhi regulasi yang berlaku (regulation compliance). Berkaitan dengan tingkat dampak lingkungan, respons ini berada pada tingkat penimbul dampak negatif atau mendekati eliminasi dampak.

Tentunya kita masih ingat akan Bencana Bhopal di India, yang telah menewaskan sekitar 2.500 orang dan membuat sekitar 200.000 orang menderita sakit. Bencana ini terjadi karena kebocoran salah satu tangki gas Methyl Isocyanate (MIC) yang dimiliki oleh perusahaan kimia Union Carbide. Setelah kejadian tersebut, Union Carbide segera bereaksi untuk memperbaiki sistem pengelolaan lingkungannya. Mereka menyewa sebuah perusahaan konsultan untuk merancang suatu sistem lingkungan yang baru. Dewan direktur kemudian memformalkan sebuah jabatan baru, yaitu vice president untuk bidang lingkungan hidup .

Hasil analisis menunjukkan bahwa sistem pengelolaan lingkungan di Union Carbide ternyata sangat rumit dan sukar dijalankan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya adalah menyederhanakan sistem audit lingkungan. Manual audit lingkungan yang semula tebalnya 35 cm diringkas menjadi 1,25 cm saja. Manual baru ini lebih membumi dan setiap orang diperusahaan dapat dengan mudah menggunakannya untuk mengaudit kinerjanya. Union Carbide juga secara agresif mengaudit fasilitasnya di seluruh dunia. Fasilitas yang tidak mampu memenuhi persyaratan lingkungan dijual atau ditutup. Sistem pengelolaan lingkungan yang baru tersebut merupakan salah satu yang terbaik pada saat itu. Tidak puas dengan membenahi sistem internalnya, Union Carbide juga ikut meratifikasi beberapa inisiatif lingkungan seperti Responsible Care dan masuk ke dalam kelompok GEMI (global environmental management initaitive). Ratifikasi ini bertujuan untuk menunjukkan komitmen Union Carbide untuk terus memperbaiki diri, sekaligus untuk memperbaiki citra persusahaan.

Apakah berbagai upaya itu cukup? Ternyata tidak. Survei yang dilakukan untuk mengetahui posisi Union Carbide, selama kurun waktu 1980 - 1990 menunjukkan kecenderungan sebagai berikut:
  • Tingkat rasa suka terhadap Union Carbide terus
  • Tingkat rasa tidak suka meningkat
  • Pendapat bahwa industri adalah suatu hal yang penting menurun
  • Anggapan bahwa industri kurang diregulasi meningkat
  • Tragedi Bhopal sangat berpengaruh terhadap kinerja bisnis Union Carbide. Sebelum bencana, Union Carbide adalah perusahaan dengan penjualan sebesar US$ 12,5 milyar, sepuluh tahun kemudian, Penjualannya hanya US$ 5 milyar.
Tragedi Bhopal telah menjadi pelajaran berharga bagi industri di seluruh dunia. Namun Union Carbide adalah pengambil pelajaran terbesar darinya. Permasalahan lingkungan yang memakan korban akan sangat membekas di ingatan seseorang. Tindakan reaktif setelah terjadinya bencana akan sangat menurunkan citra perusahaan.

Kasus Union Carbide di atas adalah salah satu tanggapan yang bersifat reaktif. Tanggapan secara reaktif terjadi bila tindakan yang dilakukan dipicu oleh faktor eksternal yang dilakukan karena keadaan memaksa. Faktor ini bisa berbentuk regulasi pemerintah, standar internasional, tuntutan masyarakat, atau bahkan bencana.

Namun sikap reaktif ini pada dasarnya bukanlah suatu hal yang buruk. Porter dan Van der Linde menyatakan bahwa dalam banyak hal, regulasi lingkungan ternyata memiliki implikasi positif terhadap inovasi, produktivitas penggunaan sumber daya, dan daya saing industri. Dibayangi oleh regulasi lingkungan untuk menurunkan solvent sampai 90%, 3M berinovasi untuk menghindari penggunaan solvent dan menggantinya dengan produk berbasis air. Hal yang sama dilakukan oleh Hitachi. Regulasi Jepang yang mengharuskan kemudahan produk untuk didaur ulang telah membuat Hitachi untuk mendesain ulang produknya. Hitachi mengurangi jumlah komponen rakitan sebesar 16% pada produk mesin cuci dan 30% pada produk vacuum cleaner-nya. Berkurangnya komponen membuat produk menjadi lebih mudah untuk di-disassembly, sehingga komponennya lebih mudah untuk didaur ulang. Namun hal terbaik dari desain ulang tersebut adalah berkurangnya waktu dan tingkat kesulitan perakitan. Hal ini membuat pekerjaan menjadi lebih efisien.

ARCO, barangkali bisa menjadi salah satu contoh yang paling baik tentang bagaimana caranya mengubah kendala regulasi lingkungan menjadi peluang bisnis. ARCO yang berbasis di California mampu menyaisati regulasi lingkungan sehingga berhasil memimpin pasar di wilayah tersebut.

Pada saat itu, amandemen terhadap undang-undang pencemaran udara (Clean Air Act) di Amerika Serikat hendak diluncurkan. Amandemen ini salah satunya mengatur tingkat emisi pencemar udara kendaraan bermotor. ARCO memanfaatkan amandemen ini dengan mengubah produknya untuk memenuhi undang-undang tersebut. Diluncurkanlah EC-1, bensin tanpa timbal dengan kadar Sulfur hanya seperlima dari bensin konvensional, Benzene 50% lebih rendah, Olefin dan Aromatik 70% lebih rendah, dan tekanan uap lebih rendah. Formula baru ini mampu menurunkan emisi kendaraan bermotor. Dipromosikan sebagai produk ramah lingkungan, disertai dengan undang-undang pencemaran udara yang ketat, segera saja produk ini menjadi populer di California dan mampu memimpin pasar. Beberapa lama kemudian ARCO memperbaiki produknya dan mengganti EC-1 dengan EC-Premium yang lebih ramah lingkungan. EC-premium memiliki kadar benzene hanya 27 % dari bensin konvensional, dan mampu menurunkan emisi Hidro Karbon sampai 28%, Karbonmonoksida sampai 21 %, dan emisi karena penguapan sampai 36%. Seperti pendahulunya, EC-premium juga segera menjadi populer.

Tidak puas dengan kinerjanya, ARCO mengembangkan EC-X yang lebih ramah lingkungan. Melalui sebuah presentasi ke pemerintah, ARCO menunjukkan kelebihan-kelebihan EC-X dalam menurunkan tingkat pencemaran udara. Presentasi ini membuahkan hasil bagi ARCO. Mulai tahun 1996 produk ini akan dijadikan standar. Bensin yang dijual di seluruh negara bagian minimal harus setara dengan EC-X.

Di California, setiap pompa bensin milik ARCO rata-rata mampu menjual sebanyak 225.000 galon perbulannya. Angka ini 3 kali lipat dari rata-rata penjualan bensin di wilayah tersebut. Dengan produk ramah lingkungan, ARCO mampu menjadi pemimpin pasar. Terbukti bahwa upaya reaktif juga merupakan hal yang baik. Pertanyaannya, apakah itu cukup? Tampaknya akan sangat sulit bagi industri untuk terus berubah sejalan dengan perubahan regulasi yang semakin ketat dan menjangkau dimensi yang semakin luas.

Berkaitan dengan kasus di atas, ada hal yang harus membuat ARCO berpikir keras. Sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, bensin memiliki pesaing cukup berat, yaitu metanol dan listrik. Kedua pesaing ini merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources). Keduanya memiliki kinerja lingkungan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan bensin. Permasalahan utama pada saat ini adalah belum mampunya kedua pesaing itu untuk menyamai tingkat ekonomis dan kemudahan operasi bensin. Namun bagaimana bila ternyata pasar menuntut produk dengan label 'renewable resources'. Atau bagaimana bila secara ekonomi dan kemudahan operasi kedua pesaing tersebut telah menyamai atau bahkan lebih baik dari bensin? Akan sangat sulit bagi ARCO untuk terus bertahan.

Contoh yang cukup menarik adalah kasus Lockheed pada Tahun 1987 . Berdasarkan TRI (Toxics Realese Inventory) emissions, dari 25 perusahaan di kelompoknya, Lockheed adalah pencemar nomor dua terbesar. Melihat hasil ini mereka segera bereaksi dengan melakukan banyak perubahan untuk memperbaiki kinerja lingkungannya. Tiga tahun kemudian, pada Tahun 1990, Lockheed telah berhasil menurunkan pencemarnya sampai 64% dari tingkat emisinya pada Tahun 1987. Sebuah hasil yang cukup baik. Namun, ketika TRI pada Tahun 1990 itu diumumkan, ternyata prestasi Lockheed memburuk. Mereka turun satu peringkat dan berhasil menjadi pencemar paling besar di kelompoknya. Ternyata pesaing berkinerja lebih baik.

3.2 RESPONS PROAKTIF
Tahap kedua dari respons perusahaan terhadap lingkungan adalah proaktif. Pada tahap ini, dikaitkan dengan lingkungan, perusahaan telah menempatkan lingkungan dalam salah satu prioritas bisnisnya. Umumnya perusahaan pada tahap ini digerakkan oleh inisiatif mereka sendiri, yang dipandu oleh visi lingkungan yang mereka miliki. Respons ini digerakkan oleh nilai (value driven).

Tahap awal dari sikap proaktif terhadap lingkungan adalah assurance dari seluruh kegiatannya yang berkaitan dengan lingkungan. Perusahaan akan terus berupaya untuk mengidentifikasi dan memitigasi sumber-sumber resiko lingkungan yang mempengaruhi liabilitas finansial, asalkan biaya identifikasi dan mitigasi resiko itu tidak lebih besar dari biaya tanggung jawab atas resiko tersebut. Tahap berikut dari sikap proaktif ini adalah mengintegrasikan lingkungan ke dalam bisnis. Perusahaan akan berusahan meningkatkan efisiensi dengan meminimalkan limbah. Pendekatan yang cukup banyak dilakukan adalah Cleaner Production. Dikaitkan dengan dampak lingkungan, respons pada tahap ini akan berada di sekitar mitigasi dampak dan kadang cenderung memberikan dampak positif terhadap lingkungan.

DOW Chemical memiliki visi lingkungan yang cukup baik, mereka telah berpikir dalam jangka menengah. Pada Tahun 1996, DOW meluncurkan program untuk memperbaiki kinerja lingkungan dan keselamatan nya di seluruh fasilitasnya di dunia. Program ini memiliki rentang waktu 10 tahun. Program ini diperkirakan akan memberikan Return on Investment (ROI) sebesar 30-40% pada Tahun 2005. Sasaran yang ingin mereka capai adalah penghematan:
  • 580 juta US$ dari pengurangan penggunaan energi
  • 1,3 milyar US$ dari pengurangan limbah
  • 96 juta US$ dari pengurangan insiden keselamatan kerja pada proses produksi
  • 50 juta US$ dari pengurangan tingkat insiden kecelakaan dan sakit
  • 34 juta US$ dari pengurangaan biaya gangguan, kerusakan fasilitas, atau pembersihan tumpahan
  • 14 US$ juta dari pengurangan kecelakaan kendaraan bermotor
Total seluruh penghematan adalah 1,8 milyar US$, atau setara dengan 1% pendapatan selama sepuluh tahun.

DuPont Agricultural (DA) juga memiliki tindakan proaktif dengan visi jauh ke depan. DA adalah penghasil bahan kimia pelindung tanaman. Mereka mengembangkan produk baru secara cukup radikal. Herbisida baru hasil temuan DuPont ini akan mampu memberikan penghematan luar biasa. Dosis yang diperlukan hanya seperseratus sampai sepersepuluh dari herbisida konvensional. Penghematan ini selain menurunkan biaya juga akan memberikan dampak lain. Kemasan herbisida menjadi lebih kecil sehingga kuantitas limbah kemasan juga akan berkurang.

Monsanto Corporation memberikan respons proaktif terhadap lingkungan. Monsanto telah memposisikan dirinya sebagai perusahaan yang berbasis pada sustainable development . Untuk mewujudkannya mereka memiliki tim yang disebut sebagai seven sustainability teams. Tim ini terdiri atas:
  1. The Eco-efficiency Team
  2. The Full Cost Accounting Team
  3. The Index Team
  4. The New Business/New Product Team
  5. The Water Team
  6. The Global hunger Team
  7. The Communication and Education Team
Terlihat betapa tingginya komitmen monsanto terhadap lingkungan. 

Ardi Wijanarko

FAKTOR KUNCI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH (TANGGAPAN PERUSAHAAN UNTUK MENGELOLA LINGKUNGAN)


03. TANGGAPAN PERUSAHAAN UNTUK MENGELOLA LINGKUNGAN
Tanggapan perusahaan terhadap upaya untuk mengelola lingkungan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu reaktif dan proaktif. Beberapa ahli mengaitkan respon tersebut atas dengan tingkat-tingkat dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan, yaitu:
  1. Menimbulkan dampak negatif
  2. Mengeliminasi dampak negatif
  3. Memberikan dampak positif.
3.1 RESPONS REAKTIF
Respons reaktif umumnya bertujuan untuk memecahkan suatu masalah lingkungan yang telah timbul. Selain itu, pada tahap reaktif, tujuan perusahaan adalah memenuhi regulasi yang berlaku (regulation compliance). Berkaitan dengan tingkat dampak lingkungan, respons ini berada pada tingkat penimbul dampak negatif atau mendekati eliminasi dampak.

Tentunya kita masih ingat akan Bencana Bhopal di India, yang telah menewaskan sekitar 2.500 orang dan membuat sekitar 200.000 orang menderita sakit. Bencana ini terjadi karena kebocoran salah satu tangki gas Methyl Isocyanate (MIC) yang dimiliki oleh perusahaan kimia Union Carbide. Setelah kejadian tersebut, Union Carbide segera bereaksi untuk memperbaiki sistem pengelolaan lingkungannya. Mereka menyewa sebuah perusahaan konsultan untuk merancang suatu sistem lingkungan yang baru. Dewan direktur kemudian memformalkan sebuah jabatan baru, yaitu vice president untuk bidang lingkungan hidup .

Hasil analisis menunjukkan bahwa sistem pengelolaan lingkungan di Union Carbide ternyata sangat rumit dan sukar dijalankan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya adalah menyederhanakan sistem audit lingkungan. Manual audit lingkungan yang semula tebalnya 35 cm diringkas menjadi 1,25 cm saja. Manual baru ini lebih membumi dan setiap orang diperusahaan dapat dengan mudah menggunakannya untuk mengaudit kinerjanya. Union Carbide juga secara agresif mengaudit fasilitasnya di seluruh dunia. Fasilitas yang tidak mampu memenuhi persyaratan lingkungan dijual atau ditutup. Sistem pengelolaan lingkungan yang baru tersebut merupakan salah satu yang terbaik pada saat itu. Tidak puas dengan membenahi sistem internalnya, Union Carbide juga ikut meratifikasi beberapa inisiatif lingkungan seperti Responsible Care dan masuk ke dalam kelompok GEMI (global environmental management initaitive). Ratifikasi ini bertujuan untuk menunjukkan komitmen Union Carbide untuk terus memperbaiki diri, sekaligus untuk memperbaiki citra persusahaan.

Apakah berbagai upaya itu cukup? Ternyata tidak. Survei yang dilakukan untuk mengetahui posisi Union Carbide, selama kurun waktu 1980 - 1990 menunjukkan kecenderungan sebagai berikut:
  • Tingkat rasa suka terhadap Union Carbide terus
  • Tingkat rasa tidak suka meningkat
  • Pendapat bahwa industri adalah suatu hal yang penting menurun
  • Anggapan bahwa industri kurang diregulasi meningkat
  • Tragedi Bhopal sangat berpengaruh terhadap kinerja bisnis Union Carbide. Sebelum bencana, Union Carbide adalah perusahaan dengan penjualan sebesar US$ 12,5 milyar, sepuluh tahun kemudian, Penjualannya hanya US$ 5 milyar.
Tragedi Bhopal telah menjadi pelajaran berharga bagi industri di seluruh dunia. Namun Union Carbide adalah pengambil pelajaran terbesar darinya. Permasalahan lingkungan yang memakan korban akan sangat membekas di ingatan seseorang. Tindakan reaktif setelah terjadinya bencana akan sangat menurunkan citra perusahaan.

Kasus Union Carbide di atas adalah salah satu tanggapan yang bersifat reaktif. Tanggapan secara reaktif terjadi bila tindakan yang dilakukan dipicu oleh faktor eksternal yang dilakukan karena keadaan memaksa. Faktor ini bisa berbentuk regulasi pemerintah, standar internasional, tuntutan masyarakat, atau bahkan bencana.

Namun sikap reaktif ini pada dasarnya bukanlah suatu hal yang buruk. Porter dan Van der Linde menyatakan bahwa dalam banyak hal, regulasi lingkungan ternyata memiliki implikasi positif terhadap inovasi, produktivitas penggunaan sumber daya, dan daya saing industri. Dibayangi oleh regulasi lingkungan untuk menurunkan solvent sampai 90%, 3M berinovasi untuk menghindari penggunaan solvent dan menggantinya dengan produk berbasis air. Hal yang sama dilakukan oleh Hitachi. Regulasi Jepang yang mengharuskan kemudahan produk untuk didaur ulang telah membuat Hitachi untuk mendesain ulang produknya. Hitachi mengurangi jumlah komponen rakitan sebesar 16% pada produk mesin cuci dan 30% pada produk vacuum cleaner-nya. Berkurangnya komponen membuat produk menjadi lebih mudah untuk di-disassembly, sehingga komponennya lebih mudah untuk didaur ulang. Namun hal terbaik dari desain ulang tersebut adalah berkurangnya waktu dan tingkat kesulitan perakitan. Hal ini membuat pekerjaan menjadi lebih efisien.

ARCO, barangkali bisa menjadi salah satu contoh yang paling baik tentang bagaimana caranya mengubah kendala regulasi lingkungan menjadi peluang bisnis. ARCO yang berbasis di California mampu menyaisati regulasi lingkungan sehingga berhasil memimpin pasar di wilayah tersebut.

Pada saat itu, amandemen terhadap undang-undang pencemaran udara (Clean Air Act) di Amerika Serikat hendak diluncurkan. Amandemen ini salah satunya mengatur tingkat emisi pencemar udara kendaraan bermotor. ARCO memanfaatkan amandemen ini dengan mengubah produknya untuk memenuhi undang-undang tersebut. Diluncurkanlah EC-1, bensin tanpa timbal dengan kadar Sulfur hanya seperlima dari bensin konvensional, Benzene 50% lebih rendah, Olefin dan Aromatik 70% lebih rendah, dan tekanan uap lebih rendah. Formula baru ini mampu menurunkan emisi kendaraan bermotor. Dipromosikan sebagai produk ramah lingkungan, disertai dengan undang-undang pencemaran udara yang ketat, segera saja produk ini menjadi populer di California dan mampu memimpin pasar. Beberapa lama kemudian ARCO memperbaiki produknya dan mengganti EC-1 dengan EC-Premium yang lebih ramah lingkungan. EC-premium memiliki kadar benzene hanya 27 % dari bensin konvensional, dan mampu menurunkan emisi Hidro Karbon sampai 28%, Karbonmonoksida sampai 21 %, dan emisi karena penguapan sampai 36%. Seperti pendahulunya, EC-premium juga segera menjadi populer.

Tidak puas dengan kinerjanya, ARCO mengembangkan EC-X yang lebih ramah lingkungan. Melalui sebuah presentasi ke pemerintah, ARCO menunjukkan kelebihan-kelebihan EC-X dalam menurunkan tingkat pencemaran udara. Presentasi ini membuahkan hasil bagi ARCO. Mulai tahun 1996 produk ini akan dijadikan standar. Bensin yang dijual di seluruh negara bagian minimal harus setara dengan EC-X.

Di California, setiap pompa bensin milik ARCO rata-rata mampu menjual sebanyak 225.000 galon perbulannya. Angka ini 3 kali lipat dari rata-rata penjualan bensin di wilayah tersebut. Dengan produk ramah lingkungan, ARCO mampu menjadi pemimpin pasar. Terbukti bahwa upaya reaktif juga merupakan hal yang baik. Pertanyaannya, apakah itu cukup? Tampaknya akan sangat sulit bagi industri untuk terus berubah sejalan dengan perubahan regulasi yang semakin ketat dan menjangkau dimensi yang semakin luas.

Berkaitan dengan kasus di atas, ada hal yang harus membuat ARCO berpikir keras. Sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, bensin memiliki pesaing cukup berat, yaitu metanol dan listrik. Kedua pesaing ini merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources). Keduanya memiliki kinerja lingkungan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan bensin. Permasalahan utama pada saat ini adalah belum mampunya kedua pesaing itu untuk menyamai tingkat ekonomis dan kemudahan operasi bensin. Namun bagaimana bila ternyata pasar menuntut produk dengan label 'renewable resources'. Atau bagaimana bila secara ekonomi dan kemudahan operasi kedua pesaing tersebut telah menyamai atau bahkan lebih baik dari bensin? Akan sangat sulit bagi ARCO untuk terus bertahan.

Contoh yang cukup menarik adalah kasus Lockheed pada Tahun 1987 . Berdasarkan TRI (Toxics Realese Inventory) emissions, dari 25 perusahaan di kelompoknya, Lockheed adalah pencemar nomor dua terbesar. Melihat hasil ini mereka segera bereaksi dengan melakukan banyak perubahan untuk memperbaiki kinerja lingkungannya. Tiga tahun kemudian, pada Tahun 1990, Lockheed telah berhasil menurunkan pencemarnya sampai 64% dari tingkat emisinya pada Tahun 1987. Sebuah hasil yang cukup baik. Namun, ketika TRI pada Tahun 1990 itu diumumkan, ternyata prestasi Lockheed memburuk. Mereka turun satu peringkat dan berhasil menjadi pencemar paling besar di kelompoknya. Ternyata pesaing berkinerja lebih baik.

3.2 RESPONS PROAKTIF
Tahap kedua dari respons perusahaan terhadap lingkungan adalah proaktif. Pada tahap ini, dikaitkan dengan lingkungan, perusahaan telah menempatkan lingkungan dalam salah satu prioritas bisnisnya. Umumnya perusahaan pada tahap ini digerakkan oleh inisiatif mereka sendiri, yang dipandu oleh visi lingkungan yang mereka miliki. Respons ini digerakkan oleh nilai (value driven).

Tahap awal dari sikap proaktif terhadap lingkungan adalah assurance dari seluruh kegiatannya yang berkaitan dengan lingkungan. Perusahaan akan terus berupaya untuk mengidentifikasi dan memitigasi sumber-sumber resiko lingkungan yang mempengaruhi liabilitas finansial, asalkan biaya identifikasi dan mitigasi resiko itu tidak lebih besar dari biaya tanggung jawab atas resiko tersebut. Tahap berikut dari sikap proaktif ini adalah mengintegrasikan lingkungan ke dalam bisnis. Perusahaan akan berusahan meningkatkan efisiensi dengan meminimalkan limbah. Pendekatan yang cukup banyak dilakukan adalah Cleaner Production. Dikaitkan dengan dampak lingkungan, respons pada tahap ini akan berada di sekitar mitigasi dampak dan kadang cenderung memberikan dampak positif terhadap lingkungan.

DOW Chemical memiliki visi lingkungan yang cukup baik, mereka telah berpikir dalam jangka menengah. Pada Tahun 1996, DOW meluncurkan program untuk memperbaiki kinerja lingkungan dan keselamatan nya di seluruh fasilitasnya di dunia. Program ini memiliki rentang waktu 10 tahun. Program ini diperkirakan akan memberikan Return on Investment (ROI) sebesar 30-40% pada Tahun 2005. Sasaran yang ingin mereka capai adalah penghematan:
  • 580 juta US$ dari pengurangan penggunaan energi
  • 1,3 milyar US$ dari pengurangan limbah
  • 96 juta US$ dari pengurangan insiden keselamatan kerja pada proses produksi
  • 50 juta US$ dari pengurangan tingkat insiden kecelakaan dan sakit
  • 34 juta US$ dari pengurangaan biaya gangguan, kerusakan fasilitas, atau pembersihan tumpahan
  • 14 US$ juta dari pengurangan kecelakaan kendaraan bermotor
Total seluruh penghematan adalah 1,8 milyar US$, atau setara dengan 1% pendapatan selama sepuluh tahun.

DuPont Agricultural (DA) juga memiliki tindakan proaktif dengan visi jauh ke depan. DA adalah penghasil bahan kimia pelindung tanaman. Mereka mengembangkan produk baru secara cukup radikal. Herbisida baru hasil temuan DuPont ini akan mampu memberikan penghematan luar biasa. Dosis yang diperlukan hanya seperseratus sampai sepersepuluh dari herbisida konvensional. Penghematan ini selain menurunkan biaya juga akan memberikan dampak lain. Kemasan herbisida menjadi lebih kecil sehingga kuantitas limbah kemasan juga akan berkurang.

Monsanto Corporation memberikan respons proaktif terhadap lingkungan. Monsanto telah memposisikan dirinya sebagai perusahaan yang berbasis pada sustainable development . Untuk mewujudkannya mereka memiliki tim yang disebut sebagai seven sustainability teams. Tim ini terdiri atas:
  1. The Eco-efficiency Team
  2. The Full Cost Accounting Team
  3. The Index Team
  4. The New Business/New Product Team
  5. The Water Team
  6. The Global hunger Team
  7. The Communication and Education Team
Terlihat betapa tingginya komitmen monsanto terhadap lingkungan. 

Ardi Wijanarko