Senin, 18 November 2013


 
Jawab : Pendidikan lingkungan perlu diterapkan sejak usia dini untuk mengubah pola pikir masyarakat yang masih belum menyadari akan perubahan iklim yang semakin memburuk. Generasi muda harus dapat mengubah pola hidup masyarakat yang membiarkan kerusakan lingkungan. Pendidikan tentang lingkungan hidup itu bisa berbentuk pendidikan formal ataupun non formal

Ardi Wijanarko

Mengapa pendidikan lingkungan perlu diterapkan sejak usia dini ?


 
Jawab : Pendidikan lingkungan perlu diterapkan sejak usia dini untuk mengubah pola pikir masyarakat yang masih belum menyadari akan perubahan iklim yang semakin memburuk. Generasi muda harus dapat mengubah pola hidup masyarakat yang membiarkan kerusakan lingkungan. Pendidikan tentang lingkungan hidup itu bisa berbentuk pendidikan formal ataupun non formal

Ardi wijanarko

Teknologi dan Proses PSBL

1. Teknologi PSBL
Teknologi PSBL mengutamakan prinsip 4-M (murah, mudah, manfaat, dan massal). PSBL menggunakan bahan lokal, dan secara keseluruhan mampu dikerjakan oleh Putera Bangsa Indonesia.
Bahan dan teknologi yang akan digunakan antara lain :
o Bahan bioaktif peredam aroma tak sedap menggunakan mikrobiologi.
o Pemilahan sampah menggunakan belt conveyor.
o Pembakaran sampah organik menggunakan tungku berfilter.
o Pencairan (melting) plastik dan polimer menggunakan pemanas.
o Proses fermentasi sampah organik menggunakan mikrobiologi.
o Pembuatan pakan ternak dan briket sampah menggunakan bahan kimia alami.

2. Proses PSBL
PSBL menggunakan prinsip zero-waste sistem dilakukan melalui beberapa jenis proses sesuai dengan spesifikasi jenis sampah. Hal tersebut dilakukan supaya sampah dapat diolah dan dimanfaatkan untuk kebutuhan tertentu, seperti penangkapan emisi pembakaran, pembuatan bata beton, pakan ternak, gas methan, arang, briket sampah, pupuk, blok beton, dan proses daur ulang.
2.1. Proses Penangkapan COx, NOx, dan Sox
2.2. Proses Pembuatan Bata Beton
2.3. Proses Pembuatan Pakan Ternak
2.4. Proses Pembuatan Gas Methan
2.5. Proses Pembuatan Arang Sampah
2.6. Proses Pembuatan Briket Sampah
2.7. Proses Pembuatan Pupuk Kompos
2.8. Proses Pembuatan Pupuk Cair
2.9. Proses Pembuatan Blok Beton
2.10. Proses Daur Ulang

3. Tata Letak Instalasi PSBL
PSBL dengan kapasitas 500 ton per hari idealnya memerlukan lahan seluas 6 hektar. Instalasi PSBL dikelilingi pohon, lokasi antrean kendaraan angkutan sampah (dump truck), dan dilengkapi lahan percobaan pupuk organik padat dan cair yang sekaligus berfungsi sebagai zona penyangga.

4. Investasi Lahan, AAS dan TPS, serta Instalasi
Investasi keseluruhan PSBL terdiri dari investasi lahan, AAS (armada angkutan sampah) dan titik pembuangan sementara (TPS) sampah serta instalasi PSBL, termasuk lahan pertanian, alat angkutan, dan agen / depot pemasaran.

4.1. Investasi Lahan
Investasi lahan untuk mengolah sampah 500 ton per hari dibutuhkan areal seluas 6 hektar. Instalasi PSBL dapat dibangun di (dekat) TPA sampah yang ada atau sesuai dengan program pemerintah daerah setempat.

4.2. Investasi AAS dan TPS
Investasi AAS (armada angkutan sampah) dan TPS (titik pembuangan sementara) sampah tidak diperlukan. Investasi tersebut disediakan oleh pemerintah daerah. Sebagai gambaran untuk kapasitas sampah 500 ton per hari diprakirakan jumlah AAS dan TPS dibutuhkan sebanyak 50 AAS dan 100 TPS. Kegiatan angkutan sampah dari TPS dilakukan setiap hari dalam 3 (tiga) rit, yaitu pada pukul 05.30 – 09.30 – 11.30 atau 14.00 waktu setempat.

4.3. Investasi Instalasi PSBL dan Sarana Pendukung
Investasi Instalasi PSBL dilengkapi dengan investasi sarana jalan, taman, kendaraan, alat berat, termasuk studi amdal dan sosialisasi teknologi PSBL. Dalam rangka kesinambungan investasi PSBL, sarana pendukung mencakup lahan pertanian dan peternakan, alat angkutan, serta agen/depot pemasaran.

5. Pendapatan Pemasaran Produk PSBL dan Retribusi Sampah
Pendapatan dari pemasaran produk PSBL didapat dari seluruh produk yang dihasilkan yaitu :
1). Gas C0x, N0x, dan S0x
2). Bata Beton
3). Pakan Ternak
4). Gas Methan
5). Arang Sampah
6). Briket Sampah
7). Pupuk Padat
8). Pupuk Cair
9). Blok Beton
10). Plastik dan Karet
11). Kertas dan Karton
12). Kaca, Besi, Seng, dll. 

Ardi Wijanarko

INDONESIA SUDAH PUNYA UU PENGELOLAAN SAMPAH

Penyusunan RUU ini merupakan upaya pemerintah dalam memberikan jaminan kehidupan yang baik dan sehat kepada masyarakat Indonesia sebagairnana diamanatkan oleh Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan". Selain daripada itu, penyusunan RUU ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta perwujudan upaya pemerintah dalam menyediakan landasan hukum bagi penyelenggaraan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar mengatakan "RUU Pengelolaan Sampah ini merupakan revolusi pengelolaan Sampah, diharapkan tidak lama lagi  masyarakat akan mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat. Selain itu dalam lingkup yang lebih luas RUU ini merupakan komitmen nyata Indonesia dalam mengantisipasi perubahan iklim".
Beberapa materi muatan yang diatur dalam RUU tentang Pengelolaan Sampah antara lain yaitu: (i) Lingkup pengelolaan, yaitu: sampah rumah tangga, sejenis sampah rumah tangga, dan spesifik (ii) Hak setiap orang dalam pengelolaan sampah antara lain hak untuk berpartisipasi, memperoleh informasi dan mendapatkan kompensasi dari dampak negatif kegiatan tempat pemrosesan akhir (iii) Kewajiban produsen untuk mencantumkan label mengenai pengurangan dan penanganan sampah serta mengelola kemasan dari barang yang diproduksinya (extended producer responsibility) (iv) Kewajiban pemerintah daerah antara lain kewajiban untuk menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan open dumping paling lama 5 (lima) tahun (vi) Tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, tempat pemrosesan akhir harus dicantumkan dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota (vii) Penegasan larangan memasukkan dan/atau mengimpor sampah (viii) Pejabat Pegawai Negeri Sipil di bidang pengelolaan sampah diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang pengelolaan sampah.

Ardi Wijanarko

Selasa, 11 Juni 2013

MENGELOLA SAMPAH MENGELOLA GAYA HIDUP


A. Pengelolaan Persampahan: Menuju Indonesia Bebas Sampah (Zero Waste )
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pegelolaan sampah tidak bisa lepas juga dari ‘pengelolaan’ gaya hidup masyrakat.
B. Jenis Sampah
Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2 yaitu sampah organik (biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sapah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sebaliknya dengan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, dll. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami.
Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengleolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sapah bersifat terpusat. Misanya saja, seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuag di Tempat Pembuangan Akhir di daerah Bantar Gebang Bekasi. Dapat dibayangkan berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering. Padahal, dengan mengelola sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT atau RW, dengan membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat diturunkan/dikurangi.
C. Alternatif Pengelolaan Sampah
Landfill bukan merupakan alternatif yang sesuai, karena landfill tidak berkelanjutan dan menimbulkan masalah lingkungan. Malahan alternatif-alternatif tersebut harus bisa menangani semua permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat  atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam. Untuk mencapai hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah yang harus diganti dengan tiga prinsip–prinsip baru. Daripada mengasumsikan bahwa masyarakat akan menghasilkan jumlah sampah yang terus meningkat, minimisasi sampah harus dijadikan prioritas utama.
Pembuangan sampah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi. Bahan-bahan organik dapat mengkontaminasi/ mencemari bahan-bahan yang mungkin masih bisa di daur-ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari keduanya. Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah yang berasal dari produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk mudah didaur-ulang; perlu dirancang ulang agar sesuai dengan sistem daur-ulang atau tahapan penghapusan penggunaan.

Ardi Wijanarko

Teknologi dan Proses PSBL


1. Teknologi PSBL
Teknologi PSBL mengutamakan prinsip 4-M (murah, mudah, manfaat, dan massal). PSBL menggunakan bahan lokal, dan secara keseluruhan mampu dikerjakan oleh Putera Bangsa Indonesia.
Bahan dan teknologi yang akan digunakan antara lain :
o Bahan bioaktif peredam aroma tak sedap menggunakan mikrobiologi.
o Pemilahan sampah menggunakan belt conveyor.
o Pembakaran sampah organik menggunakan tungku berfilter.
o Pencairan (melting) plastik dan polimer menggunakan pemanas.
o Proses fermentasi sampah organik menggunakan mikrobiologi.
o Pembuatan pakan ternak dan briket sampah menggunakan bahan kimia alami.

2. Proses PSBL
PSBL menggunakan prinsip zero-waste sistem dilakukan melalui beberapa jenis proses sesuai dengan spesifikasi jenis sampah. Hal tersebut dilakukan supaya sampah dapat diolah dan dimanfaatkan untuk kebutuhan tertentu, seperti penangkapan emisi pembakaran, pembuatan bata beton, pakan ternak, gas methan, arang, briket sampah, pupuk, blok beton, dan proses daur ulang.
2.1. Proses Penangkapan COx, NOx, dan Sox
2.2. Proses Pembuatan Bata Beton
2.3. Proses Pembuatan Pakan Ternak
2.4. Proses Pembuatan Gas Methan
2.5. Proses Pembuatan Arang Sampah
2.6. Proses Pembuatan Briket Sampah
2.7. Proses Pembuatan Pupuk Kompos
2.8. Proses Pembuatan Pupuk Cair
2.9. Proses Pembuatan Blok Beton
2.10. Proses Daur Ulang

3. Tata Letak Instalasi PSBL
PSBL dengan kapasitas 500 ton per hari idealnya memerlukan lahan seluas 6 hektar. Instalasi PSBL dikelilingi pohon, lokasi antrean kendaraan angkutan sampah (dump truck), dan dilengkapi lahan percobaan pupuk organik padat dan cair yang sekaligus berfungsi sebagai zona penyangga.

4. Investasi Lahan, AAS dan TPS, serta Instalasi
Investasi keseluruhan PSBL terdiri dari investasi lahan, AAS (armada angkutan sampah) dan titik pembuangan sementara (TPS) sampah serta instalasi PSBL, termasuk lahan pertanian, alat angkutan, dan agen / depot pemasaran.

4.1. Investasi Lahan
Investasi lahan untuk mengolah sampah 500 ton per hari dibutuhkan areal seluas 6 hektar. Instalasi PSBL dapat dibangun di (dekat) TPA sampah yang ada atau sesuai dengan program pemerintah daerah setempat.

4.2. Investasi AAS dan TPS
Investasi AAS (armada angkutan sampah) dan TPS (titik pembuangan sementara) sampah tidak diperlukan. Investasi tersebut disediakan oleh pemerintah daerah. Sebagai gambaran untuk kapasitas sampah 500 ton per hari diprakirakan jumlah AAS dan TPS dibutuhkan sebanyak 50 AAS dan 100 TPS. Kegiatan angkutan sampah dari TPS dilakukan setiap hari dalam 3 (tiga) rit, yaitu pada pukul 05.30 – 09.30 – 11.30 atau 14.00 waktu setempat.

4.3. Investasi Instalasi PSBL dan Sarana Pendukung
Investasi Instalasi PSBL dilengkapi dengan investasi sarana jalan, taman, kendaraan, alat berat, termasuk studi amdal dan sosialisasi teknologi PSBL. Dalam rangka kesinambungan investasi PSBL, sarana pendukung mencakup lahan pertanian dan peternakan, alat angkutan, serta agen/depot pemasaran.

5. Pendapatan Pemasaran Produk PSBL dan Retribusi Sampah
Pendapatan dari pemasaran produk PSBL didapat dari seluruh produk yang dihasilkan yaitu :
1). Gas C0x, N0x, dan S0x
2). Bata Beton
3). Pakan Ternak
4). Gas Methan
5). Arang Sampah
6). Briket Sampah
7). Pupuk Padat
8). Pupuk Cair
9). Blok Beton
10). Plastik dan Karet
11). Kertas dan Karton
12). Kaca, Besi, Seng, dll. 

Ardi Wijanarko

LOKASI INSTALASI PSBL DAN BIDANG USAHA TERKAIT


1. Lokasi Instalasi PSBL
Lokasi Instalasi PSBL dapat dibangun di dekat TPA sampah atau suatu tempat sesuai dengan program pemerintah daerah, supaya keberadaan Instalasi PSBL dapat mengatasi masalah transportasi sampah di kota besar dan sekitarnya. Dengan penetapan lokasi tersebut, diharapkan semua sampah dapat terangkut ke Instalasi PSBL secara merata, dan tidak terjadi penumpukan sampah pada suatu TPS.

2. Bidang Usaha Terkait
Instalasi PSBL (sebagai usaha inti) terkait erat dengan beberapa jenis usaha lain, baik di Bagian Hulu maupun Hilirnya. Dari Bagian Hulu, sampah, limbah pertanian, dan limbah budidaya ikan, ayam, burung puyuh, kambing, sapi, Rumah Potong Hewan, dan puing konstruksi dapat diolah menjadi pupuk padat dan cair, pakan ternak, gas methan, bata dan blok beton, serta produk lainnya.
Produk PSBL yang ramah lingkungan (pakan ternak) dapat digunakan untuk budidaya burung puyuh, ayam, itik, ikan, dan udang (di Bagian Hulu). Sementara produk pengolahan sampah (pupuk padat dan cair, gas methan, bata dan blok beton) dapat digunakan untuk pertanian, energi, dan bahan konstruksi (di Bagian Hilir).
Dengan kata lain, PSBL merupakan suatu usaha saling terkait atau suatu siklus usaha antara usaha hulu dan usaha hilir. Hasil pengolahan PSBL dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan di bidang pertanian, peternakan, konstruksi, dan obyek pariwisata di daerah setempat dan wilayah sekitarnya. 

Ardi Wijanarko

LOKASI INSTALASI PSBL DAN BIDANG USAHA TERKAIT

1. Lokasi Instalasi PSBL
Lokasi Instalasi PSBL dapat dibangun di dekat TPA sampah atau suatu tempat sesuai dengan program pemerintah daerah, supaya keberadaan Instalasi PSBL dapat mengatasi masalah transportasi sampah di kota besar dan sekitarnya. Dengan penetapan lokasi tersebut, diharapkan semua sampah dapat terangkut ke Instalasi PSBL secara merata, dan tidak terjadi penumpukan sampah pada suatu TPS.

2. Bidang Usaha Terkait
Instalasi PSBL (sebagai usaha inti) terkait erat dengan beberapa jenis usaha lain, baik di Bagian Hulu maupun Hilirnya. Dari Bagian Hulu, sampah, limbah pertanian, dan limbah budidaya ikan, ayam, burung puyuh, kambing, sapi, Rumah Potong Hewan, dan puing konstruksi dapat diolah menjadi pupuk padat dan cair, pakan ternak, gas methan, bata dan blok beton, serta produk lainnya.
Produk PSBL yang ramah lingkungan (pakan ternak) dapat digunakan untuk budidaya burung puyuh, ayam, itik, ikan, dan udang (di Bagian Hulu). Sementara produk pengolahan sampah (pupuk padat dan cair, gas methan, bata dan blok beton) dapat digunakan untuk pertanian, energi, dan bahan konstruksi (di Bagian Hilir).
Dengan kata lain, PSBL merupakan suatu usaha saling terkait atau suatu siklus usaha antara usaha hulu dan usaha hilir. Hasil pengolahan PSBL dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan di bidang pertanian, peternakan, konstruksi, dan obyek pariwisata di daerah setempat dan wilayah sekitarnya. 

Ardi Wijanarko

PENGELOLAAN SAMPAH BERWAWASAN LINGKUNGAN ( PENUTUP )


Sudah saatnya teknologi PSBL dengan menggunakan prinsip 4-M (murah, mudah, manfaat, dan masal), diterapkan untuk kota besar dan sekitarnya. PSBL selain memiliki biaya investasi dan operasionalnya relatif murah, juga memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut :
o Pengolahan sampah tanpa sisa, mulai pengumpulan dan pengangkutan hingga pengolahan sampah menjadi barang bermanfaat untuk masyarakat sekitar.
o Peningkatan motivasi segenap lapisan masyarakat untuk peduli terhadap sampah, serta menjaga lingkungan dan seluruh kota agar selalu tertata rapi dan asri.
o Instalasi layak dibangun di kota, sebab PSBL aman bagi kesehatan dan lingkungan.
o Pemerintah Daerah dapat memperluas dan mengembangkan lapangan kerja bagi masyarakat setempat.
o Pemerintah Daerah berpeluang untuk mengembangkan produk unggulan daerah.
o Pemerintah Daerah bersama dengan masyarakat saling bekerjasama, dalam mempercantik kota dan membuat lingkungan kota menjadi indah dan nyaman.
Setelah melihat seluruh uraian di atas, apakah masih ada alasan bagi kita semua untuk tidak peduli dengan sampah ?
Apakah tidak ada itikad baik dari para pimpinan kota/daerah untuk membersihkan daerahnya dari masalah sampah dan menyelamatkan seluruh warganya ?
Kemajuan teknologi dan penerapan aplikasinya secara tepat dan sederhana telah berhasil kami ciptakan. Jadi sampah bukanlah menjadi momok bagi kita semua, tetapi kita telah dapat melihat nya dari sisi pandang yang lain yaitu sampah merupakan sumber tenaga baru dan mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Dengan berbagai produk yang dapat dihasilkan, maka berbagai alternatif pengolahan sebelumnya ( seperti pembuatan kompos saja, pembakaran, penimbunan ) tentunya dapat dipertimbangkan kembali. 

Ardi Wijanarko

SERAHKAN PENGELOLAAN SAMPAH KEPADA MASYARAKAT

 selama ini sampah yang diproduksi masyarakat telah dibiayai oleh masyarakat bersama pemerintah. Pengelolaannya dilakukan di dalam rumah tangga dan di luar rumah tangga. Di dalam rumah tangga, pengelolaan sampah ini dilakukan oleh ibu rumah tangga dan operasionalisasinya diserahkan kepada para pembantu rumah tangga.

Mungkinkah terjadi kembali Bandung lautan sampah jilid kedua? Pernyataan Wali Kota dalam rangka penyelesaian permasalahan sampah di Kota Bandung dengan cara referendum sepertinya hanya merupakan bentuk kekesalan atau emosi sang Wali Kota yang tidak akan menyelesaikan masalah. Penulis mencoba melihat permasalahan sampah kota, yang sebenarnya dapat diselesaikan masyarakat sendiri dengan solusi yang menarik. Konsep yang ditawarkan, yaitu oleh, dari, dan untuk masyarakat, dapat digunakan sebagai dasar pijakan perilaku masyarakat terhadap sampah. Sebagaimana diketahui, selama ini sampah yang diproduksi masyarakat telah dibiayai oleh masyarakat bersama pemerintah. Pengelolaannya dilakukan di dalam rumah tangga dan di luar rumah tangga. Di dalam rumah tangga, pengelolaan sampah ini dilakukan oleh ibu rumah tangga dan operasionalisasinya diserahkan kepada para pembantu rumah tangga.

Di luar rumah tangga pengelolaannya dilakukan oleh para pengurus RT/RW. Di tingkat berikutnya pengelolaan ini diberikan kepada lembaga pemerintah. Di Kota Bandung ini dilakukan oleh PD Kebersihan. Di tingkat rumah tangga, sampah dikemas dalam tempat sampah dan ditempatkan di tempat sampah di dalam rumah sampai volume tertentu. Biasanya setelah dua atau tiga hari, sampah dipindahkan ke tempat sampah di luar rumah (tempat sampah di halaman).

Pengelolaan selanjutnya beralih dari pengelola rumah tangga ke pengurus RT/RW. Para pengurus RT ataupun RW mulai mengatur jadwal dan membayar pemungut sampah rumah tangga dari tempat sampah di halaman rumah ke tempat pembuangan sementara (TPS). Kegiatan pengambilan sampah ini dilakukan 2-3 hari sekali. Para pengelola sampah ini selanjutnya mengirim sampahnya ke TPS di tingkat RW atau desa. Pada lokasi ini berkumpul para pengumpul sampah (sebagai feeder) dari beberapa RT atau RW ke TPS. Pada tingkat berikutnya sampah dikelola PD Kebersihan yang mengangkut sampah dari TPS-TPS di seluruh penjuru kota, kemudian dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Kumpul-angkut-buang

Hingga kini proses konvensional (kumpul-angkut-buang) ternyata masih dilakukan. Disadari bahwa pola ini harus diperbaiki melalui suatu tahapan yang disebut "proses" sehingga polanya berubah menjadi kumpul-angkut-proses-buang. Jika kegiatan proses ini dilakukan, pada akhirnya yang terbuang ke TPA boleh jadi akan di bawah 10 persen. Artinya, itu akan memperpanjang umur TPA dan sangat akrab lingkungan.
Pada seluruh segmen pengelolaan ini, masyarakat telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Sejak di rumah tangga (membayar pembantu rumah tangga), di tingkat RT/RW (membayar iuran sampah kepada RT/RW), sampai di PD Kebersihan (dibayar melalui rekening listrik atau melalui desa), tidak kurang biaya yang dikeluarkan masyarakat sekitar Rp 15.000 per bulan per rumah tangga.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan para ahli, setiap rumah tangga menghasilkan sekitar 2,5 liter sampah per orang per hari atau sekitar 75 liter per bulan. Maka, jika ada 1.000 rumah tangga (KK) masing-masing terdiri dari empat orang, akan dihasilkan sampah sebanyak 300.000 liter. Jika selama ini biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 15.000 per KK per bulan, biaya untuk 1.000 KK sekitar Rp 15 juta per bulan, hanya untuk kumpul-angkut-buang.
Dalam kasus ini, yang menjadi masalah adalah pengangkutan dari TPS ke TPA (tanpa proses). Biaya yang terbebankan dalam kasus ini sebesar Rp 3.000-Rp 5.000 per KK. Misalnya, biaya Rp 4.000 per KK, maka jika 1.000 KK biaya per bulan diperoleh dana sekitar Rp 4 juta dengan Rp 13.500 per meter kubik sampah. Pada posisi ini Pemerintah Kota Bandung telah memberikan subsidi angkutan sekitar Rp 37.500 per meter kubik. Berdasarkan informasi, beban biaya pengelolaan sampah di Kota Bandung sekitar Rp 50.000 per meter kubik. Kurangi volumenya. Karena sampah bersifat voluminous dan bulky, dalam pengelolaannya perlu dilakukan upaya untuk mengurangi volumenya, yaitu dengan cara meringkasnya (dicacah). Hasilnya, sampah akan menyusut menjadi hanya 25 persen. Artinya, akan dihasilkan bahan baku kompos yang berasal dari sampah organik sebanyak 25 persen x 300.000 liter x 60 persen, dan anorganik 40 persen.
Jika saja bahan organik dan anorganik telah mampu dipilah, harga jual bahan-bahan anorganik pun cukup menarik. Sebagai informasi, plastik bekas Rp 200 per kilogram, botol plastik Rp 4.000 per kilogram, dan kertas karton Rp 600 per kilogram. Dengan sistem pilah akan terjadi peningkatan pendapatan pemulung, penyediaan bahan baku kompos, bahan baku biomas, bahan baku daur ulang, dan masih banyak lagi kegiatan lainnya.

Informasi harga dan berbagai bentuk komoditas tersebut amat berguna bagi manajemen yang akan melakukan pengelolaan sampah. Konsep yang harus dilakukan oleh para pengelola sampah adalah dengan cara terpadu. Ciri sistem ini antara lain adanya introduksi alat pemilah dalam bentuk conveyor, mesin pencacah dan pembersih plastik. Keseluruhan alat tersebut dapat disusutkan dengan harga yang tidak lebih dari Rp 5.000 per meter kubik. Artinya, dalam mengoperasikannya para pengelola tidak perlu membeli alat tersebut, tetapi cukup dengan menyewa.
Jika saja hitung-hitungan ini dapat diapresiasi pemerintah kota dan pengelolaannya diserahkan kepada kelompok masyarakat di tingkat TPS, beban biaya persampahan yang dikeluarkan selama ini, sekitar Rp 50.000 per meter kubik sampah, akan mampu memberikan dampak bahwa pemerintah kota telah melakukan pemberdayaan terhadap masyarakatnya sendiri untuk membersihkan kotanya.
Pola ini akan menciptakan lapangan kerja berupa kluster-kluster pengelolaan sampah kota (di tingkat TPS). Selain itu, subsidi pemerintah terhadap angkutan sampah dari TPS ke TPA bisa dihemat. Beban biaya TPA dikurangi, bahkan memungkinkan menjadi tidak ada (selama ini TPA menjadi masalah).

Dampak lanjutannya adalah umur TPA akan lebih panjang. Melalui inovasi teknologi pemrosesan dan pemilahan, kesejahteraan pemulung akan meningkat. Yang patut menjadi perhatian pula adalah bahwa nantinya usaha ini mampu menyediakan pupuk organik bagi penunjang program Jabar organik.

Ardi Wijanarko

INDONESIA SUDAH PUNYA UU PENGELOLAAN SAMPAH


Penyusunan RUU ini merupakan upaya pemerintah dalam memberikan jaminan kehidupan yang baik dan sehat kepada masyarakat Indonesia sebagairnana diamanatkan oleh Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan". Selain daripada itu, penyusunan RUU ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta perwujudan upaya pemerintah dalam menyediakan landasan hukum bagi penyelenggaraan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar mengatakan "RUU Pengelolaan Sampah ini merupakan revolusi pengelolaan Sampah, diharapkan tidak lama lagi  masyarakat akan mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat. Selain itu dalam lingkup yang lebih luas RUU ini merupakan komitmen nyata Indonesia dalam mengantisipasi perubahan iklim".
Beberapa materi muatan yang diatur dalam RUU tentang Pengelolaan Sampah antara lain yaitu: (i) Lingkup pengelolaan, yaitu: sampah rumah tangga, sejenis sampah rumah tangga, dan spesifik (ii) Hak setiap orang dalam pengelolaan sampah antara lain hak untuk berpartisipasi, memperoleh informasi dan mendapatkan kompensasi dari dampak negatif kegiatan tempat pemrosesan akhir (iii) Kewajiban produsen untuk mencantumkan label mengenai pengurangan dan penanganan sampah serta mengelola kemasan dari barang yang diproduksinya (extended producer responsibility) (iv) Kewajiban pemerintah daerah antara lain kewajiban untuk menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan open dumping paling lama 5 (lima) tahun (vi) Tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, tempat pemrosesan akhir harus dicantumkan dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota (vii) Penegasan larangan memasukkan dan/atau mengimpor sampah (viii) Pejabat Pegawai Negeri Sipil di bidang pengelolaan sampah diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang pengelolaan sampah.

Ardi Wijanarko

Pengelolaan Sampah DKI Akan Gunakan Hi-Tech


Sampah menjadi salah satu masalah serius perkotaan di Kota Jakarta selain banjir dan kemacetan jalan. Pemerintah sendiri mentargetkan pada 2006 nanti masalah sampah sudah dapat diselesaikan secara menyeluruh dan untuk merealisasikan gagasan itu dibutuhkan dana Rp 1,2 triliun.
Dana tersebut diantaranya untuk membuat mesin penghancur sampah dengan menggunakan mesin berteknologi tinggi yang akan dipadukan dengan konsep korporasi. Selama ini, masalah sampah di Jakarta masih ditangani di Bantargebang, Bekasi. Hanya saja, tidak mungkin selamanya sampah akan dibuang di sana karena lama-kelamaan sampah makin penuh sementara tempatnya terbatas.
"Untuk itu ke depannya kita akan mencoba menerapkan teknologi tinggi untuk menangani sampah dan terus memadukannya dengan konsep korporasi," jelas Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Fauzi Bowo, kemarin (18/5).
Penerapan tehnologi tinggi (incenerator) ini bisa saja mengadopsi beberapa negara maju seperti Singapura dalam mengelola sampah. Di Singapura, pembuangan sampah berada di tengah kota namun tidak menimbulkan bau dan residu yang mengganggu lingkungan. Itu karena mereka menggunakan tehnologi tinggi yang mesinnya mampu menghancurkan sampah.
Sementara itu, untuk konsep korporasi saat ini sudah diterapkan. Maksudnya, penanganan sampah tidak bisa diselesaikan oleh satu daerah, namun harus melibatkan semua daerah. Konsep ini juga sejalan dengan rencana pemerintah pusat yang akan membentuk korporasi antardaerah di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Pemerintah melalui Menteri Pekerjaan Umum, Joko Kirmanto telah membuat program penanganan sampah melalui program WJEMP (West Java Enviromental Project) dengan ruang lingkup Jawa Barat dan Jabodetabek.
Selama ini, Pemrov DKI Jakarta telah menerapkan konsep korpoasi antardaerah dengan melibatkan Pemkot Bekasi. Teknisnya, kedua daerah sepakat menunjuk sebuah perusahaan yang bertugas melakukan pengelolaan sampah di Bekasi. Dan disepakati, Jakarta mengeluarkan biaya sebesar Rp 53 ribu per ton sampah yang dibawa ke Bantargebang.
Jakarta selama ini menghasilkan sampah 6 ribu ton setiap harinya. Sebagia besar sampah diproduksi dari kalangan rumah tangga, pasar, perkantoran dan industri. Jika tidak ada pengelolaan sampah yang benar, maka akan menghasilkan gunung sampah yang tinggi, menjadi sumber bibit penyakit dan membuat lingkungan yang kumuh.
Untuk segera merealisasikan proyek tersebut, kemarin Gubernur Sutiyoso dengan jajarannya juga langsung menggelar rapat untuk membahas hal itu. Rapat di ruang gubernur itu melibatkan Asisten Pembangunan Heri Sanjoyo, Kabiro Administrasi Sarana dan Prasarana M. Tauhid, serta staf dari Dubes RI di Singapura. Inti dari pertemuan itu pemaparan saja dan untuk tindaklanjutnya akan dibahas dikemudian hari.
"Itu beberapa konsep penanganan sampah kami di Jakarta yang mudah-mudahan bisa kita terapkan mulai tahun 2006," harapnya. 

Ardi Wijanarko

Pengelolaan Sampah DKI Akan Gunakan Hi-Tech

Sampah menjadi salah satu masalah serius perkotaan di Kota Jakarta selain banjir dan kemacetan jalan. Pemerintah sendiri mentargetkan pada 2006 nanti masalah sampah sudah dapat diselesaikan secara menyeluruh dan untuk merealisasikan gagasan itu dibutuhkan dana Rp 1,2 triliun.
Dana tersebut diantaranya untuk membuat mesin penghancur sampah dengan menggunakan mesin berteknologi tinggi yang akan dipadukan dengan konsep korporasi. Selama ini, masalah sampah di Jakarta masih ditangani di Bantargebang, Bekasi. Hanya saja, tidak mungkin selamanya sampah akan dibuang di sana karena lama-kelamaan sampah makin penuh sementara tempatnya terbatas.
"Untuk itu ke depannya kita akan mencoba menerapkan teknologi tinggi untuk menangani sampah dan terus memadukannya dengan konsep korporasi," jelas Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Fauzi Bowo, kemarin (18/5).
Penerapan tehnologi tinggi (incenerator) ini bisa saja mengadopsi beberapa negara maju seperti Singapura dalam mengelola sampah. Di Singapura, pembuangan sampah berada di tengah kota namun tidak menimbulkan bau dan residu yang mengganggu lingkungan. Itu karena mereka menggunakan tehnologi tinggi yang mesinnya mampu menghancurkan sampah.
Sementara itu, untuk konsep korporasi saat ini sudah diterapkan. Maksudnya, penanganan sampah tidak bisa diselesaikan oleh satu daerah, namun harus melibatkan semua daerah. Konsep ini juga sejalan dengan rencana pemerintah pusat yang akan membentuk korporasi antardaerah di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Pemerintah melalui Menteri Pekerjaan Umum, Joko Kirmanto telah membuat program penanganan sampah melalui program WJEMP (West Java Enviromental Project) dengan ruang lingkup Jawa Barat dan Jabodetabek.
Selama ini, Pemrov DKI Jakarta telah menerapkan konsep korpoasi antardaerah dengan melibatkan Pemkot Bekasi. Teknisnya, kedua daerah sepakat menunjuk sebuah perusahaan yang bertugas melakukan pengelolaan sampah di Bekasi. Dan disepakati, Jakarta mengeluarkan biaya sebesar Rp 53 ribu per ton sampah yang dibawa ke Bantargebang.
Jakarta selama ini menghasilkan sampah 6 ribu ton setiap harinya. Sebagia besar sampah diproduksi dari kalangan rumah tangga, pasar, perkantoran dan industri. Jika tidak ada pengelolaan sampah yang benar, maka akan menghasilkan gunung sampah yang tinggi, menjadi sumber bibit penyakit dan membuat lingkungan yang kumuh.
Untuk segera merealisasikan proyek tersebut, kemarin Gubernur Sutiyoso dengan jajarannya juga langsung menggelar rapat untuk membahas hal itu. Rapat di ruang gubernur itu melibatkan Asisten Pembangunan Heri Sanjoyo, Kabiro Administrasi Sarana dan Prasarana M. Tauhid, serta staf dari Dubes RI di Singapura. Inti dari pertemuan itu pemaparan saja dan untuk tindaklanjutnya akan dibahas dikemudian hari.
"Itu beberapa konsep penanganan sampah kami di Jakarta yang mudah-mudahan bisa kita terapkan mulai tahun 2006," harapnya. 

Ardi Wijanarko

KEMBALI KE ILMU ANTI BANJIR


Dalam hal ini, media massa perlu memperbanyak dan mempersering menerbitkan laporan tentang ilmu cuaca agar masyarakat semakin terbiasa. Di dunia internet, The Franklin Institute, misalnya, punya situs yang secara komprehensif menyediakan berbagai info tentang cuaca yang bisa digunakan oleh pelajar, mahasiswa, pendidik, pemimpin, dan mitra kerja sama. Di situs itu pula terdapat pameran tentang gejala alam El Nino, juga pemantauan Bumi (Earth Watch), weather on demand, peta cuaca, Pusat Hurricane Nasional. Selain itu, ada pula info latar belakang, antara lain tentang angin, kilat, tornado, suhu, dan pelangi. Sementara itu, untuk menghadapi cuaca buruk (severe weather), dimuat pula petunjuk keselamatan ketika menghadapi tornado, kilat, dan hurricane.
Sekadar mengingatkan kembali, meteorologi adalah studi mengenai gerakan dan interaksi kompleks atmosfer, termasuk pengamatan gejala seperti suhu, angin, awan, dan penguapan. Atmosfer bumi-dalam sejarahnya yang panjang-telah mengalami rangkaian perubahan, misalnya saja karena sejumlah letusan gunung api besar telah menyemburkan abu dan debu ke atmosfer yang menyebabkan terjadinya pendinginan periodik iklim.
Kebutuhan untuk semakin mendalami ilmu cuaca, meteorologi, dan juga klimatologi, semakin mendesak justru ketika dewasa ini berbagai peristiwa memperlihatkan bahwa gejala pemanasan global semakin nyata. Kenyataan ini terakhir dikukuhkan dalam Sidang Panel Perubahan Iklim Antarpemerintah (IPCC) pekan lalu di Paris. Di antara fenomena alam yang diyakini akan terjadi adalah meningkatnya frekuensi gelombang panas dan hujan lebat. Tudung es kutub akan menciut; taifun dan hurricane akan menurun jumlahnya, tapi makin kuat terjangannya.
Ekologi

Ilmu lingkungan adalah bidang yang mempelajari kaitan antara makhluk hidup dan lingkungannya. Connectedness yang dimaksud pada era sekarang tampaknya semakin tergerus oleh ketamakan, yang membuat hutan dibabat tanpa kendali. Hal itu diperburuk pula dengan sikap melecehkan lingkungan, seperti menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah, dan udara terus disemprot dengan polutan.
Menghadapi agresi manusia terhadap biosfer (sering disebut "The Fourth Envelope" setelah hidrosfer, litosfer, dan atmosfer), lapisan tipis yang terbentang dari 11.000 meter di bawah permukaan laut hingga 15.000 meter di atasnya ini makin tak berdaya. Sebagai konsekuensinya, akan makin susutlah kemampuan biosfer untuk menjalankan fungsinya menopang makhluk hidup.
Perencanaan kota

Ilmu perencanaan tata kota dan wilayah dikenal sebagai Planologi, dan disiplin ini sudah mulai menjadi satu pendidikan sejak hampir 50 tahun silam.
Bagaimana sebaiknya lokasi industri harus ditetapkan, di mana sebaiknya untuk pertanian, bagaimana kebutuhan ideal warga bisa ditopang dengan baik oleh alam, mana kawasan hijau yang harus dipertahankan, itu antara lain wilayah planologi. Tetapi, masuk juga di dalamnya bagaimana perencanaan jalan, perumahan, sistem drainase, dan fasilitas umum lainnya.
Sebagai satu ilmu, planologi tak perlu diragukan. Munculnya istilah "daerah peruntukan" (bisa untuk perumahan atau daerah resapan) menjadi salah satu wujud upaya menata kota dan wilayah. Sayangnya setelah eksis hampir lima dekade, tidak sedikit pihak yang masih sering bertanya, "Di manakah planologi?" Misalnya ketika melihat kota-kota besar di Indonesia yang diandaikan bisa tumbuh baik dengan dukungan ilmu ini, dalam kenyataannya justru sering acak-acakan.
Tetapi, para planolog tak perlu kecil hati karena ilmu yang mereka pelajari tetap hal penting dan benar. Yang dibutuhkan adalah komitmen untuk menerapkannya secara konsekuen oleh otoritas pemerintahan, di daerah maupun di pusat.

Ilmu-ilmu yang menerangi

Ilmu cuaca, ilmu lingkungan, dan ilmu planologi jelas ilmu-ilmu yang apabila diikuti dengan penuh disiplin, besar artinya dalam upaya pencegahan banjir. Dengan memahami cuaca lebih baik, para birokrat bisa membantu masyarakat dalam merencanakan aktivitas mereka, juga membantu pemerintah dalam membangun infrastruktur dan persiapan menghadapi keadaan darurat bencana. Pada sisi lain, memahami ilmu lingkungan baik untuk meningkatkan kesadaran agar senantiasa hidup harmonis dengan alam, tidak merusaknya. Sementara dengan planologi bisa diperoleh perencanaan dan penataan kota serta wilayah yang tidak saja baik bagi warga, tetapi juga selaras dengan alam.

Ardi Wijanarko

EMPAT PROGRAM PENGELOLAAN BANJIR


Program pertama, menarik genangan air hujan ke sistem tata air. Hingga kini Jakarta memakai pola Van Breen (1923) yang dikembangkan pemerintah bersama NEDECO Belanda (1974, 1999) dan JICA Jepang (1997, 2004) menjadi Rencana Induk Pengelolaan Banjir dengan menata 13 sungai dan membangun Banjir Kanal Barat dan Timur. Program ini mencakup pengelolaan daerah aliran sungai, pengerukan berkala kedalaman sungai, serta pemeliharaan situ regulator dan waduk retensi sebagai terminal banjir dalam rangka storm water management.

Memindahkan ibu kota
Dinas Pertambangan DKI Jakarta dan LPM Institut Teknologi Bandung telah menyusun peta geologi berdasarkan komposisi batuan dengan ukuran daya tanah menyerap air. Kawasan tanah berdaya serap air tinggi perlu diselamatkan dari bangunan menutup tanah, sedangkan kawasan berdaya serap air rendah perlu menerapkan "solusi engineering" dalam konstruksi bangunan dengan tata drainase khusus.
Merosotnya daya serap air hujan Jakarta adalah pertanda beban pembangunan bangunan dan infrastruktur melampaui daya dukung lingkungan kota. Untuk tidak memperparah kondisi Jakarta, "gula-gula" pembangunan harus disebar ke luar kota, seperti memindahkan Bandara Soekarno-Hatta ke Cengkareng, Kampus UI ke Depok. Perlu lebih banyak sentra kegiatan pembangunan dipindahkan ke luar Jakarta, seperti perluasan Pelabuhan Tanjung Priok, pengembangan kawasan industri, pembangunan hipermarket, mal, pusat perdagangan, dan pusat pendidikan.
Fungsi utama Jakarta sebagai ibu kota negara. Hadirnya bangunan Istana Presiden, Kompleks Bank Indonesia, kantor departemen dan kedutaan asing memberi isi pada fungsi utama kota. Karena itu, "memindahkan ibu kota negara atau kegiatan pemerintahan ibu kota ke luar Jakarta" adalah gagasan yang mahal dan tidak menyentuh persoalan utama. Beban kota hanya bisa dikurangi dengan menyederhanakan fungsi kota dan menyebarkan "gula-gula" ke luar kota. Dengan pendekatan "solusi engineering" perlu dikembangkan arsitektur bangunan dan drainase air agar tetap utuh berfungsi.

Jasa penduduk

Jika penduduk hilir ingin menghindari "banjir kiriman", selayaknya mereka dan pemda membayar "jasa memelihara ekosistem meredam banjir kiriman" kepada penduduk dan pemda di hulu. Pemerintah pusat dan daerah kawasan hilir yang berkepentingan dengan keutuhan daerah tangkap hulu sungai perlu mengompensasikan pelestarian yang dilakukan daerah dan penduduk lokal di hulu. Jasa memelihara hulu sungai tidak gratis, perlu diberi nilai ekonomi melalui pajak, subsidi, retribusi, dan pungutan resmi sebagai koreksi pasar. Guna menjamin keberlanjutan program pengelolaan banjir yang bersifat lintas sektor dan berjangka panjang multitahun, maka anggaran program seperti ini perlu diberi "kode bintang khusus" dalam APBN. Dan ditetapkan "penanggung jawab utama" mengoordinasikan mata anggaran lintas sektor, dan dijamin peran serta masyarakat dalam pengambilan keputusan. 

Ardi Wijanarko

BELAJAR BAGAIMANA JEPANG MEMERANGI BANJIR


bukan cuma Jakarta yang kebagian banjir, Tokyo - ibukota Jepang pun pernah mengalaminya. Bedanya jargon Flood Fighting mereka cukup ampuh menjadikan kota ini merdeka dari banjir. Dalam kurun waktu 1945 -1959 bencana banjir, taifun, gempabumi, tsunami telah banyak menelan ribuan korban jiwa di Jepang. Lewat era tersebut angka kematian mampu dikendalikan seminimal mungkin. Taifun Ise-wan tahun 1950-an menembus angka kematian 7000 jiwa dengan tingkat kerugian 3.3 triliun Yen. Tahun 2000 saat Banjir Tokai terjadi penurunan jumlah korban meninggal hanya 100 jiwa dengan kerugian 2 triliun yen.
Sebagai pengecualian masih didapati adanya anomaly yang sangat siginifikan seperti gempa Kobe 1995 dan masih didapati dampak luas banjir di Nagoya dalam bulan September 2000. Lazimnya frekuensi banjir terjadi 5 kali dalam kurun waktu 1990 -1999. Berkurangnya lahan hutan, sungai dan danau serta daerah resapan air dikarenakan dampak luas area limpahan banjir. Terlebih lagi jumlah presipitasi curah hujan di Jepang tergolong tinggi 1.714 mm/tahun dibanding Australia, Amerika Serikat, Saudi Arabia, Perancis, Inggris dan negara-negara dunia lainnya pada musim penghujan dan badai. Bulan Juni - Oktober pertahunnya musim banjir di Tokyo mencapai curah hujan 1.405 mm mengalahkan Paris 648 mm dan San Fransisco 305 mm.
Banjir di wilayah Jepang juga dipengaruhi oleh jumlah dan panjang sungai terlebih lagi bila dikaitkan dengan lama genangan dan kecepatan limpasan banjir per unit catchment area. Tahun 1953 Banjir Sungai Chikugo seluas 1.440 km2 terjadi dengan kecepatan aliran 6 m3/sec/km2. Terdapat 3 sungai utama Tokyo; Edo-gawa, Ara-kawa, dan Sumida yang mempunyai percabangan sungai membelah bagian kota.
Tetapi Jepang bukanlah negara yang mudah menyerah dengan banyak ragamnya bencana, mulai banjir, taifun, kebakaran, gempa bumi dan tsunami. Dengan "Familiarizing with the blessing of nature, and compromising with the treaths of nature" (Prof. Hitoshi Ieda), bangsa Jepang menjadi begitu akrab dengan bencana bahkan menikmatinya, "We are lucky feeling the earthquake" (Prof. Furumura). Sehingga wajar lahir generasi brilian yang ahli dalam bidang-bidang penanganan bencana dengan membaca fenomena alam dan menganalisisnya dengan teori-teori empirik.
Flood Fighting
Selain itu ciri khas Jepang sebagai negara berteknologi tinggi juga cukup menonjol perannya dalam penanganan bencana ini. Jaringan komunikasi radio pusat dan daerah terhubung secara organisatoris - tidak berdiri sendiri-sendiri. NTT (Nippon Telegraph and Telephone) dan NHK (Nippon Broadcasting Corporation) menjadi media pelayanan masyarakat cuma-cuma, mengesampingkan keuntungan dan popularitas untuk sementara waktu. Sehinga ketika banjir atau gempa bumi terjadi, masyarakat bisa menikmati telepon gratis untuk menghubungi keluarganya.
Visualisasi data image terkini dari teleconfrence helicopter, sungai, jembatan, dan jalan (CCTV) terus terkoneksi secara real time melalui satelit komunikasi terrestrial dan diberitakan lewat televisi nasional. Info banjir meliputi : waktu normal dengan peta bencana sebagai tahap persiapan, dan waktu darurat dengan status siaga dan perkiraan turun hujan, kenaikan ketinggian banjir, peringatan dan evakuasi. Selanjutnya seluruh komponen teknis tanggap darurat beraksi terdiri dari kendaraan evakuasi, ambulan, helicopter, dan tim-tim penolong (rescue). 
Penanganan integrasi Flood Control meliputi :
1. Perbaikan Sungai
Perbaikan saluran irigasi (tanggul/embankment, pengerukan dasar sungai/dredging), kontruksi ketahanan daerah cekungan dan saluran limpahan banjir.
2. Penanggulangan kerusakan
Pelaksanaanya dilakukan di tiga area :
a. Area penahan (retention) : perbaikan kontrol distrik urbanisasi, konservasi alam, promosi gerakan penghijauan, kontruksi daerah cekungan, instalasi trotoar yang mampu menyerap limpasan air, dan mesin penyedot air.
b. Area pemelihara (detention) :  pelestarian zona bebas urban, pengawasan lahan, promosi lahan hijau.
c. Area rendah (rawan banjir): pembuatan fasilitas drainase, pembuatan fasilitas cadangan bahan pangan, sandang kebutuhan darurat bencana, mendorong penggunaan bangunan tahan air (floodproof).
3. Penanggulangan (mitigasi) bencana
Terdiri dari : peresmian sistem peringatan dan evakuasi bencana, perluasan sistem flood-fighting yang telah ada, mendorong penggunaan bangunan floodproof, penyebaran informasi sesama warga setempat sekaligus membentuk komunitas bersama warga sadar bencana banjir, pengendalian lingkungan (pembuangan sampah) agar tidak mengganggu jalannya saluran air, dan publikasi area peta historis inundasi (kenaikan air mencapai daratan).
Informasi yang dipaparkan dalam peta bencana (Hazard Map) meliputi : perkiraan ketinggian banjir, rute dan tempat-tempat evakuasi, tips panduan evakuasi, infromasi penting (telepon kantor pemerintah, rumah sakit, lembaga terkait), instruksi penyelamatan, pengetahuan bencana dan sejarah bencana yang pernah terjadi di daerah itu.
Sebelum adanya pembangunan kota hampir semua limpahan hujan meresap ke tanah atau juga tersimpan di dalam tanah-tanah permukaan (air aquifer). Alhasil limpahan air hujan (run-off) bisa tereduksi. Namun sesudah era pembangunan kota, tanah permukaan berubah menjadi beton (konkrit), dan aspal. Hutan habis dan vegetasi berkurang berakibat run-off demikian besar tak terkendali memperburuk dampak kerusakan genangan banjir. Selama taifun tahun 1993 ketinggian air Sungai Kanda naik hingga beberapa meter. Stasiun KA (eki) Hakata pada tanggal 19 Juli 2003 terendam banjir sampai menutupi Subway dibawahnya. MILT telah membuat konsep mentransmisikan informasi pada orang-orang yang sedang berada di area bawah tanah untuk bersegera menuju permukaan atau tempat-tempat tinggi ketika perkiraan bahaya banjir terdeteksi.
Konsep komprehensif Flood Control adalah bagaimana mengalirkan segera aliran limpahan bajir menuju daerah yang lebih rendah. Dari daerah pegunungan dan perbukitan diinfiltrasikan ke danau atau tanah bawah permukaan, begitu pula perumahan dan gedung-gedung di kota melimpahkan ke tempat rendah reservoir air yang telah teregulasi dengan baik.
Kata kunci dari program ini adalah tanggung jawab, keputusan, dan aksi nyata saat becana terjadi. Kesemuanya ditanggung bersama oleh pemerintah pusat (nation), provinsi/daerah (prefecture), kota (municipality) dan warga (resident). Tapi pelaksana dari flood fighting ini terletak pada pemerintah kota beserta masyarakatnya.

Pemerintah pusat dan provinsi bertindak sebagai forecaster yang memantau dan mengontrol daerah-daerah rawan banjir dan memberi peringatan serta pembinaan disamping support kepada daerah. Daerah selanjutnya mengerahkan warganya dalam hal evakuasi dan latihan (drill) sesuai intruksi yang diberikan aparat kota. Pemerintah kota (pemkot) juga bekerja sama dengan relawan dan LSM memberi bantuan dana dan tenaga dan evakuasi terhadap warga. Seperti yang pernah dilakukan bersama relawan dan pemkot saat memperbaiki tepi sungai menggunakan karung-karung pasir. Warga setempat juga diupayakan terlatih dalam usaha preventif penanganan krisis sehingga tanggap dalam merespon  informasi dan melakukan penyelamatan diri darurat saat bencana terjadi.

BELAJAR BAGAIMANA JEPANG MEMERANGI BANJIR


bukan cuma Jakarta yang kebagian banjir, Tokyo - ibukota Jepang pun pernah mengalaminya. Bedanya jargon Flood Fighting mereka cukup ampuh menjadikan kota ini merdeka dari banjir. Dalam kurun waktu 1945 -1959 bencana banjir, taifun, gempabumi, tsunami telah banyak menelan ribuan korban jiwa di Jepang. Lewat era tersebut angka kematian mampu dikendalikan seminimal mungkin. Taifun Ise-wan tahun 1950-an menembus angka kematian 7000 jiwa dengan tingkat kerugian 3.3 triliun Yen. Tahun 2000 saat Banjir Tokai terjadi penurunan jumlah korban meninggal hanya 100 jiwa dengan kerugian 2 triliun yen.
Sebagai pengecualian masih didapati adanya anomaly yang sangat siginifikan seperti gempa Kobe 1995 dan masih didapati dampak luas banjir di Nagoya dalam bulan September 2000. Lazimnya frekuensi banjir terjadi 5 kali dalam kurun waktu 1990 -1999. Berkurangnya lahan hutan, sungai dan danau serta daerah resapan air dikarenakan dampak luas area limpahan banjir. Terlebih lagi jumlah presipitasi curah hujan di Jepang tergolong tinggi 1.714 mm/tahun dibanding Australia, Amerika Serikat, Saudi Arabia, Perancis, Inggris dan negara-negara dunia lainnya pada musim penghujan dan badai. Bulan Juni - Oktober pertahunnya musim banjir di Tokyo mencapai curah hujan 1.405 mm mengalahkan Paris 648 mm dan San Fransisco 305 mm.
Banjir di wilayah Jepang juga dipengaruhi oleh jumlah dan panjang sungai terlebih lagi bila dikaitkan dengan lama genangan dan kecepatan limpasan banjir per unit catchment area. Tahun 1953 Banjir Sungai Chikugo seluas 1.440 km2 terjadi dengan kecepatan aliran 6 m3/sec/km2. Terdapat 3 sungai utama Tokyo; Edo-gawa, Ara-kawa, dan Sumida yang mempunyai percabangan sungai membelah bagian kota.
Tetapi Jepang bukanlah negara yang mudah menyerah dengan banyak ragamnya bencana, mulai banjir, taifun, kebakaran, gempa bumi dan tsunami. Dengan "Familiarizing with the blessing of nature, and compromising with the treaths of nature" (Prof. Hitoshi Ieda), bangsa Jepang menjadi begitu akrab dengan bencana bahkan menikmatinya, "We are lucky feeling the earthquake" (Prof. Furumura). Sehingga wajar lahir generasi brilian yang ahli dalam bidang-bidang penanganan bencana dengan membaca fenomena alam dan menganalisisnya dengan teori-teori empirik.
Flood Fighting
Selain itu ciri khas Jepang sebagai negara berteknologi tinggi juga cukup menonjol perannya dalam penanganan bencana ini. Jaringan komunikasi radio pusat dan daerah terhubung secara organisatoris - tidak berdiri sendiri-sendiri. NTT (Nippon Telegraph and Telephone) dan NHK (Nippon Broadcasting Corporation) menjadi media pelayanan masyarakat cuma-cuma, mengesampingkan keuntungan dan popularitas untuk sementara waktu. Sehinga ketika banjir atau gempa bumi terjadi, masyarakat bisa menikmati telepon gratis untuk menghubungi keluarganya.
Visualisasi data image terkini dari teleconfrence helicopter, sungai, jembatan, dan jalan (CCTV) terus terkoneksi secara real time melalui satelit komunikasi terrestrial dan diberitakan lewat televisi nasional. Info banjir meliputi : waktu normal dengan peta bencana sebagai tahap persiapan, dan waktu darurat dengan status siaga dan perkiraan turun hujan, kenaikan ketinggian banjir, peringatan dan evakuasi. Selanjutnya seluruh komponen teknis tanggap darurat beraksi terdiri dari kendaraan evakuasi, ambulan, helicopter, dan tim-tim penolong (rescue). 
Penanganan integrasi Flood Control meliputi :
1. Perbaikan Sungai
Perbaikan saluran irigasi (tanggul/embankment, pengerukan dasar sungai/dredging), kontruksi ketahanan daerah cekungan dan saluran limpahan banjir.
2. Penanggulangan kerusakan
Pelaksanaanya dilakukan di tiga area :
a. Area penahan (retention) : perbaikan kontrol distrik urbanisasi, konservasi alam, promosi gerakan penghijauan, kontruksi daerah cekungan, instalasi trotoar yang mampu menyerap limpasan air, dan mesin penyedot air.
b. Area pemelihara (detention) :  pelestarian zona bebas urban, pengawasan lahan, promosi lahan hijau.
c. Area rendah (rawan banjir): pembuatan fasilitas drainase, pembuatan fasilitas cadangan bahan pangan, sandang kebutuhan darurat bencana, mendorong penggunaan bangunan tahan air (floodproof).
3. Penanggulangan (mitigasi) bencana
Terdiri dari : peresmian sistem peringatan dan evakuasi bencana, perluasan sistem flood-fighting yang telah ada, mendorong penggunaan bangunan floodproof, penyebaran informasi sesama warga setempat sekaligus membentuk komunitas bersama warga sadar bencana banjir, pengendalian lingkungan (pembuangan sampah) agar tidak mengganggu jalannya saluran air, dan publikasi area peta historis inundasi (kenaikan air mencapai daratan).
Informasi yang dipaparkan dalam peta bencana (Hazard Map) meliputi : perkiraan ketinggian banjir, rute dan tempat-tempat evakuasi, tips panduan evakuasi, infromasi penting (telepon kantor pemerintah, rumah sakit, lembaga terkait), instruksi penyelamatan, pengetahuan bencana dan sejarah bencana yang pernah terjadi di daerah itu.
Sebelum adanya pembangunan kota hampir semua limpahan hujan meresap ke tanah atau juga tersimpan di dalam tanah-tanah permukaan (air aquifer). Alhasil limpahan air hujan (run-off) bisa tereduksi. Namun sesudah era pembangunan kota, tanah permukaan berubah menjadi beton (konkrit), dan aspal. Hutan habis dan vegetasi berkurang berakibat run-off demikian besar tak terkendali memperburuk dampak kerusakan genangan banjir. Selama taifun tahun 1993 ketinggian air Sungai Kanda naik hingga beberapa meter. Stasiun KA (eki) Hakata pada tanggal 19 Juli 2003 terendam banjir sampai menutupi Subway dibawahnya. MILT telah membuat konsep mentransmisikan informasi pada orang-orang yang sedang berada di area bawah tanah untuk bersegera menuju permukaan atau tempat-tempat tinggi ketika perkiraan bahaya banjir terdeteksi.
Konsep komprehensif Flood Control adalah bagaimana mengalirkan segera aliran limpahan bajir menuju daerah yang lebih rendah. Dari daerah pegunungan dan perbukitan diinfiltrasikan ke danau atau tanah bawah permukaan, begitu pula perumahan dan gedung-gedung di kota melimpahkan ke tempat rendah reservoir air yang telah teregulasi dengan baik.
Kata kunci dari program ini adalah tanggung jawab, keputusan, dan aksi nyata saat becana terjadi. Kesemuanya ditanggung bersama oleh pemerintah pusat (nation), provinsi/daerah (prefecture), kota (municipality) dan warga (resident). Tapi pelaksana dari flood fighting ini terletak pada pemerintah kota beserta masyarakatnya.

Pemerintah pusat dan provinsi bertindak sebagai forecaster yang memantau dan mengontrol daerah-daerah rawan banjir dan memberi peringatan serta pembinaan disamping support kepada daerah. Daerah selanjutnya mengerahkan warganya dalam hal evakuasi dan latihan (drill) sesuai intruksi yang diberikan aparat kota. Pemerintah kota (pemkot) juga bekerja sama dengan relawan dan LSM memberi bantuan dana dan tenaga dan evakuasi terhadap warga. Seperti yang pernah dilakukan bersama relawan dan pemkot saat memperbaiki tepi sungai menggunakan karung-karung pasir. Warga setempat juga diupayakan terlatih dalam usaha preventif penanganan krisis sehingga tanggap dalam merespon  informasi dan melakukan penyelamatan diri darurat saat bencana terjadi.

BELAJAR BAGAIMANA JEPANG MEMERANGI BANJIR

bukan cuma Jakarta yang kebagian banjir, Tokyo - ibukota Jepang pun pernah mengalaminya. Bedanya jargon Flood Fighting mereka cukup ampuh menjadikan kota ini merdeka dari banjir. Dalam kurun waktu 1945 -1959 bencana banjir, taifun, gempabumi, tsunami telah banyak menelan ribuan korban jiwa di Jepang. Lewat era tersebut angka kematian mampu dikendalikan seminimal mungkin. Taifun Ise-wan tahun 1950-an menembus angka kematian 7000 jiwa dengan tingkat kerugian 3.3 triliun Yen. Tahun 2000 saat Banjir Tokai terjadi penurunan jumlah korban meninggal hanya 100 jiwa dengan kerugian 2 triliun yen.
Sebagai pengecualian masih didapati adanya anomaly yang sangat siginifikan seperti gempa Kobe 1995 dan masih didapati dampak luas banjir di Nagoya dalam bulan September 2000. Lazimnya frekuensi banjir terjadi 5 kali dalam kurun waktu 1990 -1999. Berkurangnya lahan hutan, sungai dan danau serta daerah resapan air dikarenakan dampak luas area limpahan banjir. Terlebih lagi jumlah presipitasi curah hujan di Jepang tergolong tinggi 1.714 mm/tahun dibanding Australia, Amerika Serikat, Saudi Arabia, Perancis, Inggris dan negara-negara dunia lainnya pada musim penghujan dan badai. Bulan Juni - Oktober pertahunnya musim banjir di Tokyo mencapai curah hujan 1.405 mm mengalahkan Paris 648 mm dan San Fransisco 305 mm.
Banjir di wilayah Jepang juga dipengaruhi oleh jumlah dan panjang sungai terlebih lagi bila dikaitkan dengan lama genangan dan kecepatan limpasan banjir per unit catchment area. Tahun 1953 Banjir Sungai Chikugo seluas 1.440 km2 terjadi dengan kecepatan aliran 6 m3/sec/km2. Terdapat 3 sungai utama Tokyo; Edo-gawa, Ara-kawa, dan Sumida yang mempunyai percabangan sungai membelah bagian kota.
Tetapi Jepang bukanlah negara yang mudah menyerah dengan banyak ragamnya bencana, mulai banjir, taifun, kebakaran, gempa bumi dan tsunami. Dengan "Familiarizing with the blessing of nature, and compromising with the treaths of nature" (Prof. Hitoshi Ieda), bangsa Jepang menjadi begitu akrab dengan bencana bahkan menikmatinya, "We are lucky feeling the earthquake" (Prof. Furumura). Sehingga wajar lahir generasi brilian yang ahli dalam bidang-bidang penanganan bencana dengan membaca fenomena alam dan menganalisisnya dengan teori-teori empirik.
Flood Fighting
Selain itu ciri khas Jepang sebagai negara berteknologi tinggi juga cukup menonjol perannya dalam penanganan bencana ini. Jaringan komunikasi radio pusat dan daerah terhubung secara organisatoris - tidak berdiri sendiri-sendiri. NTT (Nippon Telegraph and Telephone) dan NHK (Nippon Broadcasting Corporation) menjadi media pelayanan masyarakat cuma-cuma, mengesampingkan keuntungan dan popularitas untuk sementara waktu. Sehinga ketika banjir atau gempa bumi terjadi, masyarakat bisa menikmati telepon gratis untuk menghubungi keluarganya.
Visualisasi data image terkini dari teleconfrence helicopter, sungai, jembatan, dan jalan (CCTV) terus terkoneksi secara real time melalui satelit komunikasi terrestrial dan diberitakan lewat televisi nasional. Info banjir meliputi : waktu normal dengan peta bencana sebagai tahap persiapan, dan waktu darurat dengan status siaga dan perkiraan turun hujan, kenaikan ketinggian banjir, peringatan dan evakuasi. Selanjutnya seluruh komponen teknis tanggap darurat beraksi terdiri dari kendaraan evakuasi, ambulan, helicopter, dan tim-tim penolong (rescue). 
Penanganan integrasi Flood Control meliputi :
1. Perbaikan Sungai
Perbaikan saluran irigasi (tanggul/embankment, pengerukan dasar sungai/dredging), kontruksi ketahanan daerah cekungan dan saluran limpahan banjir.
2. Penanggulangan kerusakan
Pelaksanaanya dilakukan di tiga area :
a. Area penahan (retention) : perbaikan kontrol distrik urbanisasi, konservasi alam, promosi gerakan penghijauan, kontruksi daerah cekungan, instalasi trotoar yang mampu menyerap limpasan air, dan mesin penyedot air.
b. Area pemelihara (detention) :  pelestarian zona bebas urban, pengawasan lahan, promosi lahan hijau.
c. Area rendah (rawan banjir): pembuatan fasilitas drainase, pembuatan fasilitas cadangan bahan pangan, sandang kebutuhan darurat bencana, mendorong penggunaan bangunan tahan air (floodproof).
3. Penanggulangan (mitigasi) bencana
Terdiri dari : peresmian sistem peringatan dan evakuasi bencana, perluasan sistem flood-fighting yang telah ada, mendorong penggunaan bangunan floodproof, penyebaran informasi sesama warga setempat sekaligus membentuk komunitas bersama warga sadar bencana banjir, pengendalian lingkungan (pembuangan sampah) agar tidak mengganggu jalannya saluran air, dan publikasi area peta historis inundasi (kenaikan air mencapai daratan).
Informasi yang dipaparkan dalam peta bencana (Hazard Map) meliputi : perkiraan ketinggian banjir, rute dan tempat-tempat evakuasi, tips panduan evakuasi, infromasi penting (telepon kantor pemerintah, rumah sakit, lembaga terkait), instruksi penyelamatan, pengetahuan bencana dan sejarah bencana yang pernah terjadi di daerah itu.
Sebelum adanya pembangunan kota hampir semua limpahan hujan meresap ke tanah atau juga tersimpan di dalam tanah-tanah permukaan (air aquifer). Alhasil limpahan air hujan (run-off) bisa tereduksi. Namun sesudah era pembangunan kota, tanah permukaan berubah menjadi beton (konkrit), dan aspal. Hutan habis dan vegetasi berkurang berakibat run-off demikian besar tak terkendali memperburuk dampak kerusakan genangan banjir. Selama taifun tahun 1993 ketinggian air Sungai Kanda naik hingga beberapa meter. Stasiun KA (eki) Hakata pada tanggal 19 Juli 2003 terendam banjir sampai menutupi Subway dibawahnya. MILT telah membuat konsep mentransmisikan informasi pada orang-orang yang sedang berada di area bawah tanah untuk bersegera menuju permukaan atau tempat-tempat tinggi ketika perkiraan bahaya banjir terdeteksi.
Konsep komprehensif Flood Control adalah bagaimana mengalirkan segera aliran limpahan bajir menuju daerah yang lebih rendah. Dari daerah pegunungan dan perbukitan diinfiltrasikan ke danau atau tanah bawah permukaan, begitu pula perumahan dan gedung-gedung di kota melimpahkan ke tempat rendah reservoir air yang telah teregulasi dengan baik.
Kata kunci dari program ini adalah tanggung jawab, keputusan, dan aksi nyata saat becana terjadi. Kesemuanya ditanggung bersama oleh pemerintah pusat (nation), provinsi/daerah (prefecture), kota (municipality) dan warga (resident). Tapi pelaksana dari flood fighting ini terletak pada pemerintah kota beserta masyarakatnya.

Pemerintah pusat dan provinsi bertindak sebagai forecaster yang memantau dan mengontrol daerah-daerah rawan banjir dan memberi peringatan serta pembinaan disamping support kepada daerah. Daerah selanjutnya mengerahkan warganya dalam hal evakuasi dan latihan (drill) sesuai intruksi yang diberikan aparat kota. Pemerintah kota (pemkot) juga bekerja sama dengan relawan dan LSM memberi bantuan dana dan tenaga dan evakuasi terhadap warga. Seperti yang pernah dilakukan bersama relawan dan pemkot saat memperbaiki tepi sungai menggunakan karung-karung pasir. Warga setempat juga diupayakan terlatih dalam usaha preventif penanganan krisis sehingga tanggap dalam merespon  informasi dan melakukan penyelamatan diri darurat saat bencana terjadi.